Dialog Hati, Dialog dengan Fikiran Sendiri, Muncul dari Berbagai Kondisi, tidak Selamanya Ia Nyata, tidak juga hanya Fiktif Belaka

6/19/09

Sampah Hati

Jika aku katakan aku tak bisa hidup tanpamu, itu artinya aku berbohong, karena sampai saat ini, aku masih butuh udara untuk ku bernafas, ku masih butuh air sebagai stok air mata buat ku menangisi kepergianmu, aku masih menggunakan kedua kakiku untuk membawa tubuh lemahku menghampiri setiap sisi hidup, berlari semakin jauh dari manis pahit masa lalu, aku masih butuh kedua tangan untuk menopang kesepuluh jemariku buat menuliskan sampah hati yang kerap tidak terbendung, dan memaksa untuk segera aku tumpahkan, aku masih butuh kedua mataku untuk menatap setiap lembar usang, kisah indah yang kini tercabik menjadi bayang-bayang yang menakutkan dan selalu membuatku terkulai tak berdaya, bahkan untuk mengeluarkan sepatah katapun aku jadi gagu karenanya.

Jika aku katakan kalau aku tidak bisa hidup tanpamu, itu artinya aku dusta, dusta pada karunia Tuhan yang sampai saat ini masih saja kunikmati, karena sampai hari ini Tuhan masih memberiku keleluasaan untuk menghirup udara-Nya, mengkonsumsi setiap kenikmatan dan kelezatan yang sempurna dari makanan yang dicipta-Nya. Bahkan aku masih juga mampu tersenyum walau hati terasa terkoyak dan kekuatanku terasa luluh lantak oleh badai yang engkau tawarkan dalam perjalanan di sela rasa lelahku.

Jika aku katakan kalau aku tak mampu berjalan tanpamu, itu artinya aku berbohong, karena kedua kaki ini masih utuh dan sempurna untuk aku pergunakan kemana saja aku mau, dengan gaya berjalan pelan bahkan berlari sekalipun aku masih sanggup untuk melakukannya, aku masih kerap menelusuri hiruk pikuk keramaian kota kecil ini, sendiri bahkan bersama orang-orang disekitarku. Masih saja mencoba mendaki pegunungan-pegunungan kecil, menuruni lembah-lembah indah di tempat persembunyianku, agar tidak ada yang melihat kalau aku kerap terisak sendiri disini.

Tidak, tidak demikian, aku masih bisa bernafas tanpamu, aku masih bisa tertawa, tersenyum bersenda, menuai kata menjadi ungkapan-ungkapan yang bermakna, menjalankan setiap amanah yang telah diembankan dipundakku.

Hanya saja, aku kehilangan sekarang, aku kehilangan seluruh penyangga semagatku yang dulu aku serahkan ke kamu untuk melakukannya. Aku kehilangan seluruh motivasiku untuk bisa bekerja sempurna seperti dulu, aku kehilangan ketegaran dan kedewasaanku dalam menyikapi hidup, dan parahnya lagi aku kehilangan pandangan positifku terhadap setiap pribadi yang kutemui setelahmu, aku selalu beranggapan kalau mereka sama saja, mereka datang menawarkan kesejukan sesaat, membuatku tergelak sesaat, lalu kemudian disaat aku sedang menikmati itu semua, mereka akan menjadi bencana dalam hidupku yang meruntuhkan seluruh kebanggaanku kepada indahnya hari, betapa bermaknanya waktu, dan nikmatnya menuai mimpi.

Itulah kondisiku jika kamu mau tau, dan jika kamu memang masih mau perduli. Tidak aku paksakan untuk kamu perduli, hanya saja, aku terkadang tidak punya siapa-siapa untuk bicara seleluasa aku bicara padamu dulu, itulah yang aku rasakan saat ini, kini aku hanya punya ruang ini untuk menumpahkan sampah hati yang tidak ada habis-habisnya.

Read More......

6/1/09

Tiba-tiba Begitu Merindu

Tidak perduli malam, senja, terik, pagi.. ingin itu dia sering muncul tiba-tiba, mendesakku untuk segera memanggilmu.
hasrat itu tiba-tiba begitu menggelora, memaksaku untuk segera menyampaikan padamu, bahwa kerinduan itu tidak akan pernah bertepi, bahwa sayang itu telah menggoyahkan seluruh imajinasi ku tentang ragam bentuk keindahan yang bisa kusaksikan kapan dan dimana saja.

Beginilah, aku selalu dicoba, digoda dan dilemahkan oleh rasa itu, hingga tak jarang aku terpaku, terdiam memandang lekat-lekat seulas senyum yang kudapat dari sisa-sisa gambar sejarah perjalanan kita yang sempat kuabadikan. Mengenang sesaat, lalu terdiam, tidak jarang aku bergumam dalam hati, mendesah, menarik nafas, hingga tanpa kusadari tenggorokan ini sering terasa sakit, dan ketika itu air matapun datang menghampiri, menemani malam-malam panjang, hari-hari yang melelahkan, diam yang membosankan dan senja yang tidak lagi mampu ku nikmati biasnya..

Begitu juga malam ini, padahal esok akan menjadi sebuah hari bersejarah dalam perjalananku, padahal esok aku harus benar-benar bersiap diri untuk menghadapi satu ujian lagi yang memang harus kuhadapi, tapi entah kenapa kerinduanku mengalahkan rasa gugup yang biasanya dulu selalu hadir kala aku akan berhadapan dengan sebuah pekerjaan besar seperti ini, rasa ini telah mengalahkan segalanya.

Ia mampu mengalahkan kepekaanku, ia mampu mengoyak-ngoyak semangat dan kebanggaanku, ia mampu membuatku terdiam tak berdaya dalam kebingungan yang panjang.

kini aku benar-benar tak mampu tergelak sempurna dalam urai canda diantara sahabat-sahabatku, aku lebih banyak terdiam dan lagi-lagi, rasa itu datang..

Tiba-tiba aku begitu merindumu hingga ingin rasanya ku gapai dirimu dari bayang-bayang yang kini sudah menjadi masa lalu, lalu akan ku ajak kau bercakap-cakap. Pernah juga aku berniat akan mendiamkanmu sepanjang waktu tanpa harus kupertanyakan lagi kenapa semua ini kau perbuat padaku, tetapi aku tidak akan mengizinkanmu beranjak dari hadapanku walau sedetik.

La kita memang bersahabat, tapi aku meletakkan seluruh kekuatan dan semua yang aku punya untuk persahabatan kita itu. Dan kenyataan telah membuat persahabatan kita terkotori. Bukan salah siapa-siapa, bukan salah kamu dan juga bukan salahku. Hanya saja keadaan tidak lagi berpihak sesuai keinginan kita, inginku juga inginmu.

Dan juga karena rasa yang terlalu besar yang kita punya, rasa yang ada padaku membuatku tidak sanggup jika saja aku harus kehilangan kamu. Dan rasa yang ada padamu yang terlalu besar juga memaksa kamu untuk tidak pernah berterus terang ke aku, tentang siapa kamu sebenarnya. Hanya karena kamu juga begitu takut kehilangan aku.


La dulu ketika aku masih kuat, berulangkali aku berniat meninggalkan kamu, karena melihat sikap dan perlakuan kamu yang teramat dingin. Akan tetapi kamu selalu mampu membuatku mengurungkan niat itu. Bahkan tidak jarang kamu terisak dan menangis ketika aku akan pergi meninggalkan kamu. Hingga timbullah anggapanku bahwa kamu juga memberi rasa sebanyak rasa yang kucurahkan padamu.

Jadilah persahabatan kita terlihat begitu kokoh dan akupun meletakkan seluruh motivasi dan semangat ku menjalani hari disana, di perpaduan hati yang telah kita satukan. Di setiap ikrar janji yang sudah kita ungkapkan. aku bernafas,aku hidup, aku tersenyum, bahagia, lara dan kini menangis untuk itu la.


Aku rasa, kamupun demikian la, tidak lagi pernah tenang sejak badai menghampiri perjalanan kita. Tapi apa daya, kenyataan tetaplah kenyataan. Kita tidak punya kuasa untuk merubahnya, pun kita juga tidak cukup kuat untuk menolaknya.

Segala upaya kulakukan untuk mengembalikan persahabatan kita pada posisinya yang dulu kokoh, kuat dan indah dan utuh seperti sedia kala. Lagi-lagi aku gagal la.


Lalu akupun mencoba melakukan cara sebaliknya la, mendiamkan kamu dan menarik diri pelan-pelan dari apa yang kita jalani. Namun ungkapan kamu yang mengatakan kalau kamu akan merasa sedih, sepi bagai tidak punya siapa-siapa, menjadi kekuatan bagiku untuk terus bertahan dan memperbaiki lagi semuanya.

Dan ketika kita berniat untuk berbaikan dan kembali seperti sedia kala, akan tetapi aku tetap mendapatimu dingin dan sering mengabaikan aku. sehingga sampailah aku kekesimpulanku semula, kalau kamu sebenarnya tidak lagi membutuhkan keutuhan persahabata kita itu.

La, aku memang terlanjur meletakkan seluruh motivasiku untuk kamu, mengharap dan mendapatkan seluruh bahagiaku hanya dengan kamu. Namun sekarang semuanyapun telah berganti kelukaan bersama dengan hilangnya kamu dari hidup dan hari-hariku.

La, biarlah aku seperti ini, menangis setiap malam dan merintih menahan pilu karena kenyataan tidak lagi berpihak padaku. Tapi biarlah aku seperti ini, bagai burung yang patah sayap. Meronta pada malam agar aku terlelap disela isak tangisku. Mengadu pada Tuhan agar Ia mengembalikan semangat dan ceriaku. Namun entah kapan la, semua itu akan kembali lagi. Aku mulai pesimis kalau semua itu tidak akan pernah kembali la..

La, aku sayang kamu selamanya.. terlepas dari apa yang sudah kau perbuat, maafkan atas emosi dan amarahku, yang aku juga antara sadar dan tidak telah melakukannya.
Jika kamu mau kembali atas alasan bahagia kita, aku akan tetap berada disini menyambutmu dengan kedua belah tanganku. Tapi bahagia itu tidak hanya untuk ku la, tapi untukmu juga.

Jikapun kamu memutuskan untuk pergi buat selamanya, maka pergilah.. Jangan pernah merasa bersalah, lanjutkanlah hidup yang membahagiakan buat kamu. Letakkanlah setiap kenangan kita ditempat yang berbeda, agar ia tidak terkotori dengan apapun dan akan selalu tampak indah selamanya.

Kini tidak ada yang bisa kuperbuat selain pasrah pada kenyataan, biarlah waktu yang menentukan aku akan menjadi lebih baik atau sebaliknya. karena aku sudah lelah berdebat dengan fikiranku sendiri...Malam, 5 Mei 2009

Read More......

5/8/09

Ceritaku dengan Ruang

Bertemu dengan dua orang yang berniat dekat, benar-benar membuatku tersentak, kaget dan jadi merenung sesaat, Tuhan ternyata Engkau memang maha adil, adil dalam memberikan setiap kadar rasa yang harus dinikmati oleh hambamu. Rasa bahagia, duka, kesenangan, kesedihan, sehat, sakit, dan yang lain. Engkau telah mengatur semuanya sedemikian sempurna Tuhan. Semakin, membuatku yakin dan tidak meragukan kuasaMu.


Sudah lama aku tenggelam dengan duniaku sendiri, dunia gelap, dunia kesedihan, dunia kekecewaan, dunia dukalara, dunia hampa, dunia yang hanya bisa kunikmati sendiri, dan kufikir hanya aku yang merasakannya. Aku tenggelam dengan diriku sendiri, tidak mau berbagi, tidak mau diusik, diganggu dan diinterogasi sama siapapun, termasuk orang terdekat, sahabat terhadap perkara yang berlaku di jalan hidup dan peran yang akhir2 ini harus ku jalankan Satu-satunya tempat yang ingin kubagi hanyalah kamu ruang, kamu yang selalu kusibukkan ketika aku hanya ingin bernafas, merenung, berbuat, berfikir dan melakukan segalanya sendiri di sini.

Lalu, akupun mencoba membuat batasan terhadap dunia luar dan hanya ingin berkomunikasi dengan diri sendiri, menumpahkan seluruh amarah, kebencian, kekecewaan, dan setiap ekpresi perasaan denganmu ruang. Aku mendiamkan mereka, aku tidak ingin berbagi dengan mereka, aku hanya ingin berbagi denganmu, dan aku hanya ingin berbagi dengan Tuhan atas apa yang terjadi dan berlaku denganku.

Aku terpaku terlalu lama, berdiam diri terlalu lama, merasa kalau duniaku sudah muram dan tidak mungkin akan bisa dibersihkan lagi, pandanganku terasa samar, dan tidak tampak lagi keindahan dari setiap objek yang kutatap, tidak ada damai dari setiap suara yang ku dengar tidak ada kenyamanan dari setiap gaya bicara yang terlanjur melintas ditelingaku dari siapapun, aku hanya ingin sendiri dan mencoba merenung disini sendiri. denganmu ruang. hanya denganmu.

Tuhan, kini genaplah sudah waktu 80 hari aku merasa terpaku dalam diam ku disini, merekapun mulai mempertanyakanku apakah aku masih ada atau sudahpun lenyap, menghilang bersama datangnya badai yang menimpaku di pertengahan 2 bulan yang lalu. Mohon maaf kawan, mohon maaf sahabat, mohon maaf wahai orang yang selalu kuhormati dan kubanggakan, mohon maaf buat sang pengisi hari sepi dan malam panjangku disela sibukku, disela senggangku, disela rasa malas yang kadang berlebihan, disela kantuk yang tidak pernah bertahan lama.

Mohon maaf, aku tidak bisa berada di tengah-tengah kalian dan tampak baik-baik saja, mohon maaf tidak bisa bercengkrama terlalu lama, karena aku takut kalian kehilangan senyumanku dan mencoba mempertanyakannya kenapa? bukannya aku tidak mau jawab, akan tetapi aku tidak mampu menjawabnya dan juga tidak tahu apa yang harus kujawab dan kujelaskan pada kalian, toh ini duniaku, ku rancang sendiri, kunikmati sendiri, kubangun sendiri, kupelihara sendiri, dan sekarang semuanya telah runtuh, dan haruskah kulibatkan kalian untuk memperbaiki dan menyesalinya. Aku rasa tidak perlu bukan??

Biarlah aku dan Tuhan, biarlah aku dan angin malam, biarlah aku dan senja temaram, dan biarlah aku dan ruang ini yang membahas dan menyelesaikan semuanya. kami bisa kok, karena Tuhan akan selalu setia untuk itu, Dia tidak akan pernah pergi, dia punya waktu 24 jam sehari untukku, Dia punya ruang tanpa batas, untuk menampung semua ceritaku, dia punya solusi apapun dari setiap masalahku. Sementara, jika ku bercerita pada kalian, belum tentu kalian mencoba memberi solusi, bisa jadi akan memanas-manasi, bisa jadi akan menyalahkan dan membuatku semakin berkecil hati dan terpuruk. Maaf, bukannya aku tidak mempercayai dan pesimis, tetapi begitulah kenyataannya.

Ruang, kini Tuhan menunjukkan hikmah lain di balik derita dan kecewa yang dalam ini. Ruang, aku memang merasa sepi jika setiap hari hanya bercengkrama denganmu, karenanya biarlah ketika aku tidak mampu menahan rasa, aku akan datang padamu, dan ketika aku tampak baik-baik saja aku akan mencoba bercengkrama dengan mereka yang lama ataupun yang baru kutemui, karena ku akui ruang, sepi ini benar-benar menggilakan.

Ruang, dua minggu terakhir kucoba bercengkrama dengan dua pribadi, keduanya nampak sempurna secara kasat mata. Aku ingin berteman dengan mereka, sekedar mengobati sepiku, sekedar membuatku terlupa akan masalah dan coba yang saat ini sedang hadir dan menimpaku. Aku mencoba memberi mereka seluas-luasnya tempat untuk berbagi denganku, tampak tegar dan sempurna dimata mereka, dan mencoba memberikan waktu meski sebenarnya aku tidak punya banyak waktu untuk itu. Namun entah, kenapa hal prioritas, tidak lagi menjadi prioritas sejak badai itu datang. aku benar-benar kehilangan konsentrasi dan galau hampir disetiap hari.

Karenanya ruang, aku mencoba berkelana, mencoba masuk ke dunia-dunia mereka, dunia orang-orang yang sempurna fikirku.

Ruang, Pertama kali bertemu dengan pribadi yang berpenampilan lumayan, sosok kharismatik, dengan latar pendidikan yang wah, berpenampilan menarik dan tergolong kepada sosok yang hanif, tetapi belum cocok jika ku sebut dia ikhwan. Seorang dosen muda, yang banyak digilai para mahasiswanya, lalu diapun mencoba mendekati kehidupanku ruang, kubiarkan dia dan kuberi ia kesempatan. Dalam waktu singkat kutahu bahwa, dugaanku tentangnya berbalik hampir 360 derajat. Ternyata dia tidak lebih hanyalah pribadi yang rapuh, yang penglihatannya lebih muram dariku ruang, semua yang tampak dimatanya hanyalah keburukan, semua pemikirannya hanyalah yang negative tentang orang lain, bahkan gaya bahasa biasa, tanpa intonasi dan istilah yang berlebihan tidak mampu difahami dan dicerna dengan baik. Lalu akupun bertanya ruang, atas apa yang telah merubahnya, lagi-lagi ruang hanya karena rasa kecewa, sudah menggelapkan matanya dan tidak bisa berfikir positive terhadap setiap pribadi yang ditemuinya.

Ruang, ternyata caraku benar, aku memutuskan hanya bercengkrama denganmu, karena aku takut, tidak mampu befikir positif, dan tidak bisa melihat keindahan kalimat-kalimat yang kudengar dari siapapun. Aku terluka, biarlah aku yang merasakannya sendiri, tidak perlu kubalas, kulontarkan dan kunampakkan kepada pribadi yang lain, yang tidak ada kaitan dengan masalahku itu.

Itulah yang telah dilakukan pribadi ini ruang, ketika dia rapuh, dia malah mencoba mencari kesempurnaan dari orang lain. Hingga tampaklah semua hal buruk tentangnya yang membuat kita jengah, dan kehilangan kekaguman terhadapnya. sayang sekali..
Untuk dia aku hanya berpesan ruang,

"Maafkan aku, kalau aku kehilngan simpati terhadapmu.. aku sudah memberi kesempatan, tetapi kau menyia-nyiakannya. Cobalah sembuhkan semuanya dulu, dan datangilah pribadi yang lain ketika kau benar-benar mampu me-manage diri dan mengatur hati. Jangan pernah mencari tempat pelarian dan perlindungan, karena sebaik-baik pelindung itu tidak ada di makhluk akan tetapi adanya di Tuhan"

Ruang, pribadi selanjutnya ku kenal dari seorang teman, aku hanya ingin mengenalnya dan mencoba bercengkrama seadanya, bercerita sama rata dan berbahagia seadanya, layaknya teman. Tetapi, dia juga sedang rapuh ternyata, Allah mengujinya dengan cara yang lain, ia sakit, dan sakit itu telah merenggut waktu dan kebahagiaanya selama hampir setahun terakhir.

Itulah ruang, hasil jelajahku ketika aku pergi meninggalkanmu dan merasa baik-baik saja, dan inilah cerita yang kubawa untukmu malam ini ruang. Dan pada endingnya aku ingin mengatakan padamu ruang, kalau Allah sedang menunjukkan hikmah demi hikmah dari masalah yang sudah dia takdirkan untuk kuemban dan kujalani dengan ikhlas dan lapang dada. Tuhan menunjukkan keadilannya dan seoalah berkata bahwa, bukan aku satu-satunya hamba yang dia beri coba, akan tetapi banyak hambanya yang lain yang kini juga sedang dirundung duka, terkena masalah, dikecewakan, direnggut kebahagiaannya, dan sudahpun kehilangan jati diri hanya karena coba yang mereka hadapi.

Lalu akupun hanya ingin berucap syukur pada Allah ruang, bahwa ternyata aku lebih kuat, aku lebih bijak menyikapi, dan aku lebih dibukakan mata untuk melihat jauh ke pribadi yang lain dan mencoba memberi waktu dan ruang buat mereka bercerita.

Ya Allah, terima kasih atas hikmah ini. Sudah saatnya hamba bangkit dan tidak terpuruk lagi, sudah saatnya hamba berbuat dan tidak diam lagi, sudah saatnya hati dan fikiran ini dialihkan dari rasa kecewa dan kesedihan, sudah saatnya aku bersemangat dan mencoba membenahi semuanya. Ya Allah beri hamba kekuatan dan tuntunlah langkah hamba setiap desahan nafas hamba. Amin..

Read More......

5/3/09

Aku Ingin Menjadi Bijak

Aku ingin menjadi pribadi yang bijak
bijak dalam menyikapi persoalan yang kerap hadir dalam hidupku
Saat ini aku seperti kehilangan kalimat-kalimat bijak yang sering kulontarkan kala aku aku ataupun para sahabatku menemuni kesulitan dalam hidupnya. Aku yakin, sifat itu akan kembali, aku akan menjadi seorang pribadi yang mempunya banyak kalimat-kalimat bijak. buat ku menasihati diri, buatku jadikan sebagai pelajaran berharga dalam meniti hari yang masih DIA sisakan.

Read More......

Episode Penyembuh Luka

Aku tidak akan pernah mengatakan kalau
"aku menyesal karena pernah mengenalmu"

Tidak,,
Aku tidak akan mengatakan itu, karena setiap pertemuan itu terjadi pasti karena kehendakNYA, meski mungkin saat ini aku begitu menginginkan untuk dipertemukan dengan orang yang begitu baik dimataku, namun itu tidak akan pernah terjadi jika yang di atas tidak berkehendak untuk pertemuan itu. Justru aku berterima kasih, berterima kasih atas segala yang pernah kita jalani bersama, berterima kasih karena ada perubahan yang terjadi denganku kini, perubahan yang sulit kulawan dan kutindak lanjuti, perubahan yang meruntuhkan mimpi dan akal sehatku, perubahan yang menciptakan sedikit penyimpangan atas jalan lurus yang telah kurintis selama bertahun-tahun. Perubahan yang telah membuat sedikit kelabu mataku, yang tidak lagi mampu menatap warna indah pelangi, warna indah biru laut dan langit, dan warna kerlip bintang yang seketika sering membuatku terkagum-kagum akan kebesaran pencipta yang maha mampu untuk melakukan semuanya.


Aku bersyukur, kita telah dipertemukan, aku bersyukur karena engkau telah menambah koleksi pribadi yang membuatku terluka, kecewa, dan aku yakin kalau aku akan bangkit dari semuanya, aku yakin kalau apa yang telah terbentang dihadapan kita saat ini akan membuat aku semakin kuat dan semakin bijak dalam melangkah dan menentukan arah perjalananku berikutnya.

Aku tidak akan mempertanyakan lagi, dari apakah hatimu diciptakan, tentu Allah telah menciptakanmu dari sebaik-baik penciptaaNYA, hanya saja engkau menutupi semua baik itu dengan warna gelap yang engkau kumpulkan dan telah kau abadikan untuk menjadi ciri dari pribadimu yang lembut namun menusuk dan mampu membuatku terkulai lemah tak berdaya dengan laku dan tindakan lembut itu.

Aku bersyukur telah mengenalmu, aku bersyukur telah menghabiskan banyak waktu denganmu, aku bersyukur bahwa kau telah mampu menyentuh hatiku yang sempat beku selama sekian lama, aku bersyukur karena kau telah mampu membuatku menangis selama 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu, dan 4 minggu dalam sebulan, dan ini sudah 2 bulan air mata itu tumpah, entah kenapa belum juga ia kering, aku tidak tau kenapa aku mempunya i begitu banyak stok air mata buat kamu, aku gak tau kenapa aku menjadi seseorang yang begitu lemah dan tidak berharga, bahkan untuk diriku sendiri aku merasa bahwa, aku demikian terpuruknya dan menganggap semuanya tidaklah penting lagi dalam hidupku setelah kejadian itu.

Pun, demikian, aku masih tetap bersyukur, dan aku yakin akan ada matahari setelah redanya hujan, akan ada bintang setelah berlalunya awan, dan akan ada pelangi yang tercipta dari perebutan antara awan dan matahari. Aku yakin akan ada tawa setelah tangisan yang begitu lama, aku yakin akan ada tulus hati yang sebenarnya, bukan tulus hati dengan rekayasa seperti yang pernah engkau tawarkan dalam hidupku.

Aku berterima kasih, pada waktu, pada kesempatan, pada Tuhan, pada setiap tatap mata yang iri melihat kebersamaan kita beberapa waktu yang lalu, aku berterima kasih pada hari dan malam yang telah menciptakan damai buat kita, aku berterima kasih pada derai hujan yang pernah menghampiri kebersamaan kita, aku berterima kasih pada setiap tempat yang pernah menjadi saksi kebersamaan, kebahagiaan, tawa, janji dan airmata kita.

Aku berterima kasih pada derai ombak yang telah menyambut kedatangan kita disetiap senja waktu itu, aku berterima kasih pada kicau burung yang seakan iri melihat kita tertawa-tawa bersenda menikmati bahagia, aku berterima kasih pada kerling bangau disebuah tempat yang kita kunjungi sebanyak 2 kali, aku berterima kasih pada sebuah restoran tua dibilangan kota kita, yang memperdengarkan pertama kali lagu yang bertemakan "ular berbisa" dan "pengkhianat cinta" setelah hampir setahun ku tak lagi terlalu mengikuti perkembangan musik di negeri kita.

Pun aku berterima kasih pada desir angin pantai yang membuat bunyi gemerisik di daun cemara, di pinggir pantai kala kita kerap menghabiskan jam makan siang disana, aku berterima kasih pada sebuah tempat kala pertama kali kita bertengkar hebat, malam terakhir aku berada di kota itu, dan pertama kali aku tau kalau kamu ingkar atas semuanya. Aku berterima kasih telah kau temani aku, menjalankan sebuah pekerjaan di pulau kecil indah, disana kita sempat bercengkrama dan mengucap janji setia.

Kamu tau??
Dulu semua tempat itu begitu indah dimataku, karena kamu telah membuatnya indah, kamu telah membuat semua makanan terasa lezat untuk kunikmati, kamu telah membuat derai ombak yang saling kejar-kejaran, saling mendahului mencapai bibir pantai terlihat begitu memukau, kamu telah membuat semua senyum dan semua mata terasa ramah dan bersahabat dimataku, kamu telah membuat semua alunan suara terasa merdu ditelingaku, kamu telah membuatku memutuskan untuk cuti bekerja, menghindar dari teman-teman dan komunitasku karena aku hanya ingin kita bersama menghabiskan sisa-sisa hari yang ku jalani di kota ini.

Kini semua bentuk keindahan itu telah berlalu la..
Seiring dengan berlalunya kamu dari hidup aku..
Dan akupun memutuskan untuk menutup mata atas segala bentuk keindahan
Setelah kepergianmu dari hidup aku la..
Biarlah waktu yang menjawab semuanya la..
Biarlah waktu yang menyembuhkan semuanya..
Dan
Biarlah waktu yang memberikan penawar atas cacat hati yang telah kau ciptakan
Kini akupun sudah tidak perduli lagi dengan semuanya..
Aku tidak perduli

Semoga malam ini, menjadi akhir dari ceritaku tentang kamu la..
dan semoga esok aku bisa memulai episode baru dalam hidup aku
Episode penyembuhan luka dan bangkitnya aku dari keterpurukan ini.
Semoga

Read More......

4/30/09

Aku Ingin Sendiri

Biarkan aku sendiri, menikmati derai hujan yang kadang seketika berganti dengan terik matahari. Biarkan aku sendiri menjalani hari-hari dan meresapi setiap makna hidup yang harus aku jalani. Biarkan aku sendiri, karena aku hanya ingin sendiri saat ini.

Benar, aku tidak butuh kamu, pun aku tidak butuh dia, aku tidak butuh sahabat, aku tidak butuh teman dekat aku tidak butuh.. apapun namanya yang pantas untuk menyebutmu, dia, dan siapapun.

Maaf saat ini aku hanya ingin fokus menjalani hari-hariku disini, di pulau kecil ini, mengukir mimpi yang sesaat lagi akan menjadi nyata, semoga.

Sesungguhnya hidupku lengkap sudah, aku punya Tuhan yang selalu setia, mendengar setiap keluh kesah, derai air mata, pinta yang tidak putus-putusnya, kesyukuran, keluhan, penderitaan, DIA pemberi segala solusi untuk semua masalahku, dia pereda amarah ketika aku galau dan dikecewakan, Hanya DIA.. Bukan kamu, bukan dia dan bukan siapapun.

Sesungguhnya hidupku lengkap, karena ada kedua orang tua yang selalu memberiku support, mencurahkan seluruh perhatian dan tetes keringatnya hanya untuk membuatku tersenyum, mengajariku makna hidup yang membuatku tetap bisa berdiri tegak, mengajariku tentang kerendahatian dan hidup bersahaja, mengajarkanku tentang perjuangan hidup yang sesungguhnya..

Sesungguhnya hidupku lengkap, aku punya banyak teman yang selalu membuatku mampu tertawa, punya teman yang selalu membagi ceritanya denganku, sehingga bisa kutarik pelajaran dari pengalaman pahit dan manisnya hidup yang mereka jalani, meski aku tidak melakukan yan sama terhadap mereka...

Maka, biarkanlah,, biarkanlah aku sendiri, tidak perlu datang lagi, jangan usik aku lagi, aku hanya ingin menlajani semuanya tanpamu lagi.. semua kenangan yang berhubungan denganmu terlalu menyakitkan, engkau tidak pantas untuk sebutan apapun dariku, tidak teman, tidak sahabat, tidak pula siapapun, jikapun suatu saat engkau menyaksikanku terjerembab, tepat dihadapanmu, anggaplah kita tidak pernah saling kenal, karena akupun akan memberi anggapan itu terhadapmu.

Read More......

4/21/09

Karena Cinta Sejatiku Telah Menghilang

Maafkan..
Maafku untuk setiap pribadi yang hadir kini, maaf karena aku membiarkan kalian datang dan pergi di kehidupanku.
Maafkan...
Karena kalian hanya bermanfaat sebagai pengobat sepiku buat sementara waktu. Selebihnya galau itupun datang lagi, karena sebenarnya damaiku sudah dibawa pergi.

Kalian hanya bisa sebagai penawar sementara, bukan sebagai penyembuh luka yang mampu memulihkanku dari cacat hati yang telah dibuat oleh mereka yang lebih dulu hadir sebelum kalian..

Maafkan..
Aku hanya ingin berjalan apa adanya, bernafas sebisanya, bersikap biasa saja, tidak menganggap kalian musuh, pun tidak menganggap kalian teman spesial, tidak pula mengusir kalian dari kehidupanku, tidak juga mengundang kalian untuk meramaikan sepiku..

Tampillah apa adanya dihadapanku, akupun akan tampil apa adanya pada kalian, bersikaplah sewajarnya terhadapku, akupun akan memberi penghargaan terbesarku untuk sikap kalian itu. Tidak perlu berpura-pura, karena kepura-puraan hanya akan menimbulkan kelukaan, jangan berbelahkasih, karena aku paling membenci sikap belas kasih dari siapapun juga. Aku cukup mampu mengendalikan dan mengarahkan hidupku kemana, aku tau mana yang terbaik dan yang tidak baik untuk kulakukan. Tidak usah khawatir untuk itu, akan tetapi ijinkan aku berterima kasih untuk perhatian itu.

Ingat,,, setiap orang punya alasan untuk jalan hidup yang ia lakoni, kita hanya perlu menghargai dan mengerti itu, tidak perlu berbelas kasih, sesungguhnya setiap orang hanya perlu dimengerti, bukan dikasihani, dimusuhi dan dikucilkan.....

Akupun demikian, jika kukatakan kalau aku tidak butuh kalian, mungkin aku akan terkesan sombong, akan tetapi bukanlah begitu maksduku. Pointku tidaklah terletak pada kalimat itu. Aku akan mengatakan bahwa aku tidak butuh kalian jika kalian hanya bisa mengata-ngatai tanpa mengerti posisi yang harus kulakoni dan kujalankan saat ini.

Read More......

4/19/09

Maafkan....

August in Memorian...

Bukan salahku jika sekarang aku bersikap demikian terhadapmu, karena aku bukan type yang selalu mampu mengikuti lika-liku yang engkau ciptakan dihadapanku. Bagiku, semuanya bisa dibuat sederhana, jika kamu bisa memandangnya sederhana, akan tetapi engkau telah membuatnya sedemikian sulit hingga jalan itu seakan tidak tersedia bagimu. Padahal aku sudah memberi peluang itu buatmu, sengaja kupersiapkan jauh-jauh hari disela padatnya jadwal perjalanan yang harus aku lakukan saat itu. Sengaja ku luangkan waktu buat kamu, agar segala maksud dan tujuan yang ingin engkau sampaikan mampu kucerna dengan akal sehatku, dan bisa kupertimbangkan dengan sebaik-baiknya. Agar jikapun Allah menakdirkan kita untuk berjalan beriringan ku hanya ingin itu merupakan hasil pertimbangan yang benar-benar matang. Sebuah keputusan yang tidak diambil dengan tergesa-gesa.

Maafkan aku, saat ini aku benar-benar tidak ingin memikirkannya. Aku sudah mempersiapkan waktu buat kamu, tapi kamu sudah menyia-nyiakannya. Maafkan untuk kesempatan yang tidak mungkin akan kuberi ulang. Saat ini, aku benar-benar hanya ingin fokus pada apa yang sedang aku jalani. Bukan karena kamu siapa, dan bagaimana kondisimu saat ini. Jujur aku tidak pernah melihat latar belakang, dan kondisi fisik seseorang, aku tau kekurangan yang ada padamu saat ini, benar-benar telah meruntuhkan segala nilai kebanggaan yang engkau punya. Namun, aku tidak pernah memikirkan itu, aku pernah benar-benar mempertimbangkanmu tanpa memandang status apa yang engkau sandang. Aku tidak pernah menganggapmu rendah, walau saat ini engkau tidak mampu berjalan sempurna lagi. Yach, peristiwa 5 tahun yang lalu, telah mengakibatkan engkau kehilangan sebelah penyangga tubuhmu untuk bisa berjalan sempurna.

Begitupun, aku masih saja setia menemanimu sebagai sahabat yang siap menghibur setiap saat, siapa sangka jika akhirnya engkau menginginkan untuk lebih daripada itu. padahal dulu, ketika signal itu kuberikan, engkau selalu menanggapinya dengan dingin. Kini ketika, aku sudah menentukan jalanku sendiri, ketika aku belum sembuh benar dari luka yang dicipta oleh seseorang yang selalu keceritakan padamu dulu, tiba-tiba engkau datang dengan maksud lain..

Kaget, itulah ekspresi yang tergambar diraut mukaku ketika mendengar pengakuan itu. Kenapa baru sekarang?? kenapa??
Tapi, buat apa kupertanyakan lagi, toh inilah kenyataan, mau tidak mau, dia datang dihadapan kita saat ini, tapi jauh di lubuk hatiku entah kenapa aku begitu sedih mendengar pernyataan itu, sedih karena aku tidak bisa memberikan porsi yang sama atas apa yang engkau berikan, sedih karena apa yang pernah kita jalani, penuh dengan warna murni, kini harus terkotori oleh keinginan yang seharusnya tidak pernah ada, sedih karena saat ini akupun tidak lagi berada pada keinginan itu, aku benar-benar telah tidak ingin memikirkannya lagi. Namun, yang paling aku sedihkan adalah karena aku tau engkau akan merasa kecewa atas sikapku, tapi lagi-lagi kita harus sadar bahwa kita berhak membuat pilihan atas segala yang kita inginkan dalam hidup kita.

Read More......

4/18/09

Mencinta dan Cinta Sejati

Inikah namanya cinta?? Malam ini aku berdiskusi dengan seseorang yang baru saja ku kenal. Entah dorongan apa yang membuatku ingin mengenalnya, tujuankupun mulai mengabur.. Entahlah..

Mulanya, aku sering mendengar curahan hati seorang teman, yang mengatakan kalau hatinya telah dibawa pergi oleh seseorang yang pernah menjadi si penjaga hati. Hampir setiap saat disela komunikasi kami nama si lelaki tetap saja tersebut dari suara lembutnya.. Kala itu aku selalu mengatakan kalau sudah saatnya ia bahagia dan membuka mata kalau masih banyak keindahan yang bisa ia tatap dari tempat yang berbeda. Namun, tetap saja si lelaki menjadi topik yang paling sering menjadi perbincangan dia denganku. Berdoa, menasehati dia untuk segera melupakan ternyata tidak ada gunanya.

Kala itu aku berfikir kalau ia masih sendiri sepeninggalan si lelaki. Diluar dugaanku dia ternyata punya seseorang yang menyukainya, lelaki itu menyukainya, dan ia menerima si lelaki karena rasa kasihan dan karena hanya ingin mengisi kekosongan hatinya.. sayang sekali, hati yang lain diterimanya, akan tetapi tidak lagi bisa mendapati keutuhan cintanya... Karena setiap saat dia berkata kalau si lelaki tidak boleh berharap banyak padanya..

Satu hari aku pernah berniat untuk mengembalikan si lelaki yang sudah membawa hatinya pergi,. dan aku juga mendengar jawaban si lelaki tidak jauh beda dengan jawabannya.
Aku punya seseorang sekarang, dia menyukaiku dan aku coba untuk terima dia.
Hmmm....
Sekali lagi aku mendesah,, buat apa yang telah terjadi pada kedua sahabat ku tersebut. si lelaki menjalin hubungan dengan seseorang yang tidak ia cintai. pun sahabat menerima cinta seseorang tetapi hatinya tetap saja masih berlabuh di hati cinta terdahulu..

Benarkah sebenar-benarnya cinta itu akan hanya ada sekali dalam sejarah perjalanan kehidupan manusia di muka bumi ini? atau mereka-mereka saja yang membuat dan membawanya terlalu serius hingga harus ada luka dari setiap hubungan cinta yang terlarang dimata agama.

Kali ini aku tidak menilik dari sudut pandang agama, hanya dari sudut pandang awam dan daifku. Secara logika memang, ketika seseorang mencinta maka ia akan mencoba memberikan seluruh kesanggupannya untuk si penerima cinta tersebut, dia akan memberikan seluruh keindahannya, menampakkan senyum termanisnya, berusaha berbicara selembut mungkin, berusaha mengungkap segala perasaan dengan segala hal yang menyenangkan.

Tidak jarang pula, hubungan tersebut diselingi dengan derai air mata, yang bisa bermakna kerinduan, kebahagiaan, kepedulian pada sipencinta atau si penerima cinta.

Namun, cinta yang notabene dilarang oleh agama tersebut, acap kali melukai hati, membuat air mata tumpah dan memberikan bekas yang sangat sulit untuk dihilangkan dari dasar hati. Hingga pada endingnya seseorang yang sudah pernah begitu mencintai tidak akan pernah punya cinta sepenuh hati lagi diperjalanan berikutnya..
Ohhh,, alangkah sayangnya para penerima cinta dari seseorang yang sudah pernah menyerahkan cintanya buat pribadi-pribadi terdahulu..

Dengan logika si daif ini, ada kesimpulan yang terbesit difikiran bahwa, mungkin itulah salah satu alasan kenapa Allah melarang terjalinnya hubungan cinta sebelum kedua insan manusia diikat dengan tali pernikahan,, karena ikrar dalam pernikahan tentu tidak akan segampang mengingkari ikrar percintaan.

Maka dari itu, berbahagialah bagi siapa saja yang belum pernah memberi ataupun menerima cinta semu.. sehingga cacat hati tidak akan pernah anda derita di hidup anda, dan keutuhan hati hanya akan menjadi milik seseorang yang dikirimkan oleh Allah buat mengiringi hidup anda dunia akhirat.

Cinta sejati adalah cinta Allah pada hambanya, Cinta Rasul pada umatnya, Cinta orang tua pada anaknya, hanya itulah cinta yang tidak akan pernah teringkari sepanjang perjalanan hidup umat manusia. Karenanya.. Nikmatilah cinta sejati itu, itulah sebenar-benarnya cinta yang membuat hati utuh buat selamanya.. Semoga

Read More......

4/14/09

Dialog Dengan Tuhan I

Tuhan, dulu aku selalu bersyukur ketika Engkau memberi coba, dulu aku selalu bersyukur ketika Engkau menghadapkanku pada persoalan yang membuat langkahku sedikit terhambat. Dulu aku selalu bersyukur ketika aku Engkau memberi aku kesulitan. Karena Tuhan, aku selalu menjadikan coba itu sebagai motivasi buatku dan mencoba menbuktikan kalau aku akan selalu kuat dengan coba itu. Karena itu menjadi pemotvasi yang membuat aku semakin bersemangat. Namun kini Tuhan, entahkah karena semuanya terlalu berat Tuhan, sehingga kerikil kali ini, yang telah membuatku tersandung tidak hanya membuat langkahku sedikit tertatih dan tampak pincang, namun Tuhan semuanya seakan menghentikan jalan yang harus aku tempuh untuk segera sampai ditujuanku.

Tuhan, sepertinya hanya ada satu tikungan lagi untuk ku kemudian sampai di pemberhentian berikutnya. Sepertinya hanya perlu sedikit lebih konsentrasi dari sebelumnya agar kali ini aku sampai dengan selamat dan bisa segera istirahat ketika sampai di pemberhentian berikutnya itu Tuhan, Namun Tuhan, apakah ini akibat dari ketidakhatihatianku, sepertinya hingga di aku harus terperangkap dalam diam dan bingungku, dan aku tidak lagi Tahu bagaimana mengendarai waktu yang telah Engkau anugrahkan ini Tuhan.

Tuhan, aku terperangkap dalam ketidakberdayaan terhadap coba dan ujiMu kali ini. Tuhan, semoga aku selalu Kau kuatkan, Kau tuntun dan Kau arahkan Tuhan, sehingga aku masih mampu bangkit dari lemahku kali ini.. Amin

Read More......

4/13/09

Kembali ke Dunia Nyata

Pagi ini Miaoli hujan, tadi malam, perlahan terasa suhu berubah menjadi semakin hangat. Itu artinya sisa-sisa musim dingin sudah beranjak berlalu meninggalkan posisinya. Meski pergantian musim terjadi beberapa minggu yang lalu, kala kusaksikan bunga-bunga mulai bermekaran, namun entah kenapa suhu belum juga beranjak naik, baru tadi malam aku benar-benar merasakan kehangatan dan tidak lagi menggigil kala harus duduk di depan meja kerjaku untuk melanjutkan aktifitas sebagaimana biasanya.

Hidup di negeri ini, tidak banyak hal yang bisa kulakukan, setiap hari rutinitasku tidak pernah berubah, ibadah, belajar, meeting, lanjutin riset, tidur, makan dan keluar dihari libur. Ohh hidup terasa sangat tawar dan tanpa warna, seluruh komunikasi eksternal didominasi oleh tulisan yang dikeluarkan lewat media instant messenger,
email maupun SNSs. Selebihnya yang paling banyak kulakukan adalah mencoba melakukan komunikasi via telephone. Tidak banyak komunikasi yang dilkukan secara langsung, kecuali hanya terhadap orang-orang tertentu saja yang jumlahnya terbatas.

Duch Tuhan,,, aku mulai bosan menjalani hidup seperti ini, aku ingin kembali Tuhan, kembali kedunia nyata, kala aku berinteraksi dengan banyak orang mencoba berbagi dan bercengkrama, terasa itulah kepuasan dan kebahagiaan sesungguhnya.

Di sini Tuhan, aku seperti berada di tempat pembuangan, terpenjara oleh mimpi yang aku pilih sendiri, terkurung oleh imajinasi yang sering membuat aku meronta dan tidak mampu melakukan apa-apa. Terlena oleh setumpuk pekerjaan yang membuatku lelah namun terkadang tidak ada hasil yang aku dapatkan. Berhari-hari hanya kuhabiskan untuk eksplorasi di dunia maya sekedar mencari sesuatu yang terkadang tidak pasti, lalu semuanyapun terkadang harus digantikan lagi dengan yang lain, mencari dan mencari lagi..

Aku bosan Tuhan, aku bosan berada di dunia ini, kala ku berpaling menatap jendela ruang kerjaku kusaksikan hujan mulai membasahi rerumputan di halaman dormitory, kala itu pula ingatanku mulai lagi menerawang mengingat setiap langkah yang kulalui di tanah kelahiran tercinta. Sesaat pula ingatanku mulai membayangkan setiap bait kalimat yang pernah kulakukan dengan seseoarang yang kini hanya akan menjadi bagian dari mimpi buruk dan penghambat perjalananku Tuhan…

Tuhan, lewat derai hujan pagi ini, tolong sampaikan Tuhan kalau aku sudah memaafkan segala khilaf dan kebodohan yang terlanjur ia lakukan terhadapku. Tuhan lewat desir angin yang mengiringi hujan pagi ini sampaikan juga kerinduan yang tak terhingga untuk mereka yang begitu berarti dalam hidupku. Semoga jalan ini masih bisa kulanjutkan karena alasan itu Tuhan.. dan semoga aku masih bisa berjalan dibawah ridha dan ampunanMu. Amin

Read More......

4/12/09

Begitukah caramu??

Maafin aku la, maafin karena ku tidak memberimu ruang yang nyaman untuk mu bercerita sekarang, kamu terlalu la, kamu sungguh terlalu, dan semuanya masih berbekas.. akupun belum mampu menghapus dan menganggap kalau tidak terjadi apa-apa antara kita. Dan sekarang kau mencoba mengangkat tema baru di cerita kita la, bukankah yang kemaren saja belum sampai pada kesimpulan la??

Bukankah yang kemaren saja masih tertahan di klimaks yang kita tidak tahu menurunkan alur cerita kita untuk menuju ke kesimpulannya la?? lalu kenapa.. kenapa ketika ku mencoba mencari materi, mengurai kalimat-kalimat yang pantas agar cerita kita enak dicerna, engkau malah memberiku tema yang baru?? begitukah caramu menyusun cerita la..

La, bukannya aku tidak mau perduli atas posisi yang harus kau tempati sekarang, bukannya aku tidak mau mengerti atas peran yang harus kau jalankan sekarang la, tapi la, bukankah kau sendiri yang tidak pernah mendeskripsikan padaku? sepahit dan sesulit apakah peran yang kau harus lakukan la? lalu ketika aku mencoba mencari titik temu dari setiap persoalan yang tengah mewarnai hari-hari kita saat ini? kenapa engkau malah membiarkannya menguap begitu saja...

Tidakkah kau takut la, tidakkah kau takut bahwa timbunan uap-uap itu lambat laun akan menumpuk dan bisa menjadi badai yang akan menghancurkan segalanya la? kenapa la.. kenapa kau tidak mau berdamai dengan realita la. kenapa???

Berapa kali harus kupertanyakan la?? berapa kali harus kita ulang yang itu-itu saja? tidakkah kau jera ditimpa kesedihan untuk hal yang sama??
kini aku mulai jengah menghadapimu la.. aku seperti tidak mengenalimu lagi.

Nala, sekarang malah berbalik, kau malah memposisikan aku seperti akulah sipembuat kehancuran itu. La.. la
Aku benar-benar kehilangan nalaku yang dulu

Read More......

4/8/09

Biarkan saja...

Kenapa takut?? Kenapa takut untuk jujur apa adanya.. kenapa takut untuk menampakkan siapa kita sebenarnya? Segitu tidak bersahabatnya kah aku akan akan kebenaran dimatamu? Begitu tampak tidak realistis kah aku dibenakmu? Kenapa kau salah menilaiku.. kenapa??

Sekarang, semuanya terlanjur terlakukan kan?? Kau terlanjur membuatku luka untuk sikap yang kau anggap benar itu? Aku tidak menyalahkanmu atas semua itu, sama sekali tidak. Hanya segudang penyesalan yang menghantui tidur malamku saat ini, mungkin aku bukanlah sosok yang ramah dengan setiap kalimat yang kau ucapkan, mungkin aku bukan orang yang pantas untuk tempatmu bicara apa adanya. Kamu tahu?? Begitu banyak tanda tanya bermunculan di benakku saat ini, apa salahku, apa yang telah membuatmu enggan berterus terang tentang pilihan jalan yang membahagiakan buatmu.

Malam ini, kucoba pandangi awan yang berarak di langit sana, tampak gumpalan-gumpalannya yang mencoba menghalangi bulan untuk memberikan sinarnya pada bumi. Kucoba renungkan kembali setiap ucap kata yang sering kita lakukan kala malam menjelang. Ku coba mereka-reka kembali sikap dan laku apa yang membuatmu menilai aku segitu tidak terimanya akan apa yang engkau jalani..

Belumpun kutemukan jawabannya tiba-tiba awan-awan itu mulai memenuhi langit dan menutupi sinar rembulan yang membuat malam terasa makin kelam. Digulita malam itu, kudongakkan kepala di sudut tangga tempat ku biasa berdiri, jika ku ingin bercakap-cakap denganmu. Jauh dibelahan bumi yang lain, ku dengar gelak tawa dan ucap canda yang kerap membuatku tergelak juga dan mencoba menimpali setiap candamu itu.

Tidak jarang juga kudengar nada suaramu yang melemah dan tampak sedang berduka, galau, dan kecewa terhadap sesuatu, dan disaat itulah terkadang aku berbisik pada angin malam dan memohon padanya tuk menyampaikan bisikanku padamu bahwa, kapan saja engkau membutuhkan aku, maka aku akan berada disana secepat mentari terbit esok pagi. Begitulah la, Aku tampil apa adanya untukmu, itu bukan hanya untukmu la, tapi juga buat mereka yang sama berartinya untukku, seperti kamu juga yang begitu berarti untukku. Lalu kenapa la?? Kenapa engkau selalu beranggapan aku berlebihan.. pertanyaan itu kerap menjadi perdebatan antara kita la..

Kini terjawablah sudah, makna dari ungkapan-ungkapanmu itu, seiring dengan awan hitam yang berarak menghalangi bulan, kutemukan jawaban dari bingungku, dari raguku, dari ketidakmengertianku, bahwa ternyata ungkapanmu itu bermakna lain yang begitu sulit kufahami dan kuterima dengan akal sehatku. Kenapa la?? Kenapa? Apa yang salah denganku la.. kenapa engkau melakukan itu? Kenapa engkau membuatku tersandung di jalan lurus kita? Kenapa engkau menyodorkan kepahitan ketika aku dihadapkan pada beban hidup yang begitu sulit kuhadapi sendiri di pulau kecil ini?

Ketika tubuh lemahku rentan terhadap angin senja, kau malah menciptakan badai dan meluluhlantakkan segala asaku la.. ketika aku mencoba mengumpulkan dan merekat kepingan-kepingan hati yang dulu telah dihancurkan la, kucoba menyiraminya dengan tekun la, dengan tetes embun pagi hari dan dengan cucuran air mata yang tidak lagi segan mengalir kapan saja la.. kala tunas itu mulai tumbuh la, engkau malah menghadirkan cairan panas yang membuatnya layu tak berdaya.

Tapi ya sudahlah la, semuanya sudahpun berlaku dihadapan kita, kalaupun kita harus berteriak pada langit biar mereka semua tau tentang derita yang kau sodorkan dihadapanku, tetap saja itu tidak akan merubah apapun, luka tetaplah luka, kini ku hanya perlu penawarnya dan kan kucoba sembuhkan sendiri la.. jikapun ia tidak lagi bisa sempurna, biarlah saja la.. aku ikhlas untuk semua cacat hati yang engkau ciptakan…

Biarlah la.. biarlah kutapaki sendiri dan kusembuhkan luka di pulau kecil ini. La aku tidak akan kembali, seperti apa yang pernah aku katakan padamu dipenghujung musim beberapa waktu lalu, karena aku belum siap menatap wajah lembut dan sorot mata sayumu yang dulu sering mengganggu tidur malamku. Aku belum siap berjalan disetiap gunung dan lembah indah yang kerap kita datangi kala bahagia menjadi warna hari-hari kita. Aku takut terisak la, aku takut terisak dihadapanmu dan tak mampu mengucap salam untukmu, aku belum siap menjabat erat tanganmu dan memberi seulas senyum buat meyakinkanmu kalau aku baik-baik saja.. biarlah la.. biarlah waktu yang menemaniku menyembuhkan gurat luka yang terlanjur ada itu.. biarlah la.. aku menyepi disini, merenugi setiap khilaf yang pernah kuperbuat terhadapmu… biarlah la.. biarkan saja awan malam ini membuat langit itu gelap, segelap ingatanku tentang kamu…

Read More......

4/7/09

Dialog Dengan Tuhan

Begitu lemah kah sudah aku Tuhan??? Begitu tak berartinyakah semua yang telah kurancang selama betahun-tahun?? Begitukah caraku menyikapi hidup Tuhan?? Begitukah caraku menyelesaikan masalah?? Begitukah caraku mengungkapkan kekecewaaan? Begitukah caraku menggambarkan kesedihan, begitukah caraku menapaki rentang waktu yang masih Engkau sisakan?? Kenapa Tuhan, kenapa aku begitu tidak pantas dikagumi saat ini, betapa aku tidak cocok untuk dibanggakan, diharapkan bahkan dikenang oleh mereka-mereka yang telah mengajari aku tentang makna hidup yang sebenarnya.

Tuhan, aku kecewa, iya benar Tuhan aku begitu kecewa dengan semuanya, dengan sikap dan perilakunya, dengan kilah kata yang telah membuatku percaya padanya. Dengan gambaran tulus yang aku kira adalah sebenar-benarnya ketulusan. Dengan senyum lembut dan tatap manja yang aku kira adalah bias dari cinta, dengan sikap dan tindak yang terkadang membingungkan namun tidak menyisakan segudang keraguan.

Ah.. sekian waktu kulalui dalam jarak yang kian kentara ketika bentang jalan itupun terasa sampai dipenghujungnya kini. Tuhan, badai itu datang,

Tuhan betapa sulitku menerima kenyataan ini, Namun Tuhan hamba percaya kalau setiap ketentuan adalah bagian dari kuasaMU. Bahwa apapun yang berlaku saat ini terhadapku adalah sesuatu yang telah Engkau gariskan terjadi terhadapku, hambaMu. Tapi Tuhan, jika boleh hamba memohon, tolong kuatkan hamba ya Tuhan, bukakan mata hamba ya Tuhan, bukakan hati hamba untuk memberi sebenar-benarnya maaf. Bukankah Engkau saja pemaaf, lalu kenapa aku hambamu yang kecil ini tidak bisa Engkau karunikan sifat pemaaf Tuhan??

Tuhan, inikah sakit yang sebenarnya?? Ini kah kecewa yang sebenarnya?? Inikah kelemahan yang sebenarnya?? Inikah ketidakberdayaan yang sebenarnya?? Bukankah Engkau menciptakanku sempurna Tuhan?? Bukankah Engkau telah membekali aku dengan akal fikir dan hati yang suci Tuhan, bukankah aku salah seorang hambaMu yang tidak pernah lelah untuk menghadapi uji dan cobaMu?? Lalu kenapa hari ini aku seperti tidak siap menerima coba itu Tuhan??

Tuhan, lagi-lagi hamba merasa coba ini datang pada saat yang tidak tepat?? Namun, aku percaya Tuhan kalau Engkau maha tahu dan Engkau lebih tahu kalau aku kuat tuk hadapinya Tuhan..

Tuhan jika boleh hamba berharap, hamba mohon ya Tuhan berilah hamba kekuatan dan kejernihan hati untuk hadapinya. Dan semoga Engkau kembalikan segala fikir positif hamba atas mereka yang telah membuatku tertatih dan hampir berhenti untuk melangkah Tuhan..

Tuhan, Aku telah memaafkannya, jauh sebelum dialog ini kusampaikan kepadaMu, hanya saja aku merasa belum cukup ikhlas untuk memberi sebenar-benarnya maaf Tuhan, karenanya, hamba mohon ampun Tuhan untuk semua khilaf dan ketidakberdayaan hamba…

Read More......

4/6/09

Hilang

Ungkap Ragu di January 30, 2009 lalu

Ada yang hilang, namun entah apa. Aku juga tidak bisa memastikan itu apa. Ada yang dipaksakan sepertinya, dipaksakan untuk dinikmati, dipaksakan untuk dijalani. Benarkah? Entahlah.


Perjalanan inipun serasa seperti perjalanan dengan penuh pertimbangan dan perhitungan, seperti sesuatu yang hanya akan menjadi masa lalu dikemudian hari, ini tidak akan pernah terulang semuanya akan terlewat dan usang tanpa bekas dan hanya akan menyisakan seulas senyum yang sulit untuk diketahui maknanya apa. Di sisi lain, semuanya terlihat begitu biasa, perbedaan itupun semakin tampak dan sulit untuk diterima antara kita, aku beda, demikian juga dia, dia begitu beda dan sulit kupercaya kalau ini adalah wajah yang sebenarnya. Entahlah, mungkin ada baiknya jika ku memilih untuk tidak berfikir terlalu banyak. Akan lebih baik jika ku coba kujalani apa adanya, tapi benarkah tindakan yang sedang ku ambil saat ini??

Paling tidak ini pernah menjadi mimpi dalam tidur yang panjang, pernah menjadi pengharapan yang tertunda berbulan-bulan lamanya, namun kenapa begitu mimpi ini nyata, aku tidak menikmatinya sama sekali? Mungkin inilah yang dikatakan oleh Tuhan "sesuatu yang kita anggap membahagiakan belum tentu realitanya akan demikian, sebaliknya sesuatu yang kita anggap akan menjadi beban yang sulit kita bawa, justru akan menjadi rahmat yang tak ternilai harganya".

Di sisi lain, sikap yang begitu biasa sulit kuterjemahkan ini bermakna apa, sepertinya begitu banyak yang disembunyikan dan aku tidak perlu tahu apa itu, aku selalu terombang ambing dalam keragu-raguan akan apa yang ia rasakan padaku, namun aku juga tidak tahu apa itu penting bagiku atau tidak? Mungkin ia sulit menerima realita yang sedang berlaku saat ini, ia tidak bisa menerima begitu saja kalau kenyataan yang sedang dihadapinya saat ini adalah seperti ini, entahlah..

Read More......

3/31/09

Nasihat untuk Hati

Dia Ada kadang juga tiada
Dia datang kadang juga pergi
Anehnya,, Dia datang ketika ku berharap dia tidak akan pernah datang lagi
dan, Dia pergi ketika ku berharap dia muncul dihadapanku

Inikah namanya coba??
Kala hati kita selalu diuji oleh satu kata yang disebut "gundah"?
Agar kita bisa berdamai dengan rasa
Yang muncul sesuka hatinya

Inikah namanya rasa??
Ia menuntut untuk selalu diperdulikan
Muncul disaat kita tidak butuhkannya
dan pergi disaat kita begitu merindunya

Dan dalam situasi ini,
Hanya ada satu jalan yang mampu membuat kita berdiri tegak
disegala kondisi yang kerap datang silih berganti
yaitu mencoba menghitung setiap detak denyut nadi yang merupakan karunia yang harus
termanfaatkan secara sempurna untuk berbuat kebajikan

paling tidak kita mampu mengisi rentang waktu dengan segala laku yang bermakna
agar ia tidak terhabiskan dengan sia-sia
Meski kita tidak bisa berbuat untuk mereka
paling tidak kita masih bisa memanfaatkannya untuk proses perbaikan diri
ke arah yang lebih baik lagi
semoga
............

Read More......

3/30/09

Sisa-sisa Kebersamaan

Banyak hal yang membuatku bingung sekarang, perjalan ini seakan akan segera berakhir. Kita sudah mencoba menyelamatkannya dengan susah payah la, namun sepertinya kata yang terlanjur menoreh lara sepertinya terlalu mendalam hingga takkan pernah tersembuhkan. Sikap yang terlanjur menuai dusta, sepertinya tidak akan pernah terhapuskan, duka yang terlanjur bersemayam dihari-hari kita beberapa minggu terakhir sepertinya masih enggan untuk pergi dan berganti dengan harapan bahwa keadaan ini akan segera berubah.

Sepertinya tidak la.. itu semua tidak akan pernah berubah,

akupun demikian adanya, kepercayaan yang terlanjur terkhianati sepertinya tidak akan pernah kembali dan pulih seperti semula. La.. Jikapun semuanya harus tenggelam, biarlah ia tenggelam secara berlahan.

Jikapun perjalanan ini akan hilang seiring berjalannya waktu, semua sudah kuikhlaskan la.. karena sepertinya tidak ada gunanya kita selamatkan semuanya. biarkan saja la.. biarkan waktu yang menjawab segalanya,, dan biarlah hanya hati kita yang tau sebanyak dan sebesar apa kita mencinta satu sama lain.

Jikapun itu semua diungkapkan sepertinya hanya seperti hembusan angin yang menyejukkan sesaat, namun tidak lagi berbekas dan tinggal didasar hati yang mampu menggetarkan sanubari kita, hingga kesyukuran terpanjatkan kehadiratNya bahwa betapa kau menyanyangi aku dan betapa banyak pula aku menyayangi kamu.

Sudahlah la.. Biarkan cerita itu menjadi dongeng senja sebagai bertanda akan datangnya malam, biarlah semua tentang kita menjadi sebuah rangkaian kenangan yang mengharubirukan setiap telinga yang mendengarnya nanti, ketika hari sudah berganti, dan ketika tenggorokkan ini tidak lagi terasa sakit mengingat setiap bait kalimat yang membuat komunikasi kita kian erat dulu…

La, Aku memang benar-benar mendapatimu beda, beda seperti Nala yang kukenal dipenghujung 2 tahun silam. Nala yang tampil apa adanya, Nala yang telah datang sebagai pengisi hari kala aku butuh seseorang untuk menemani.

La, mungkin perjalanan ini akan kupanggil sebagai sisa-sisa kebersamaan, kebersamaan yang kita paksakan untuk kita jalani, kita sudah saling melukai, walau kita sudah saling memaafkan, namun sepertinya kita belum cukup ikhlas menerima segala khilaf yang kita perbuat itu. Aku belum cukup ikhlas memberimu kepercayaan atas hari yang kau jalani, pun kamu tidak cukup ikhlas menjalani kebersamaan kita lagi.

La, itu semua terbaca dari setiap kalimat yang kau kirimkan untukku. Tampak semuanya seperti dipaksakan semuanya la, membalas dengan terpaksa, menjawab dan menanyakan keadaanku dengan terpaksa. Tidak ada lagi kesan kehangatan disana la..

La, katakan!! Siapa yang telah memaksamu untuk melakukan semua ini, la bukankah berulang kali ku katakan padamu la,, tinggalkan saja aku sendiri.. pilihlah langkah yang kamu rasa akan berakhir dengan indah, lihatlah langit-langit kala dipenuhi bintang kala kau berjalan bersamanya, dan ingatlah hari-hari yang kau habiskan denganku, aku hanya bisa membuat matamu basah, aku hanya bisa membuatmu merasa bersalah, aku bukan siapa-siapa la, aku terlalu biasa buat orang seperti kamu la, aku terlalu lemah buat menjadi pelindung di kala kau membutuhkan pelindung, aku hanyalah si pencipta luka yang tidak akan berarti apa-apa, aku hanyalah si manja yang akan membuatmu jengah menghadapi kebersamaan kita, aku hanyalah manusia penuh masalah yang tidak akan pernah mampu menjadi pendengar setiamu kala kau membutuhkan itu, aku hanyalah si mentari redup yang ditutupi kabut, si bulan yang hadir di musim hujan, si bunga yang tumbuh di musim kering kerontang, aku hanya bisa menyempurnakan warna gelap yang menghiasi hari-harimu.

Karenanya, biarkan semuanya berlalu la.. kalaupun kita tidak mampu membuatnya berlalu dalam waktu singkat, biarkan hati kita setiap saat dibasahi dinginnya sikap, sehingga bila tiba waktunya semuanya akan jadi beku la.. biarkan saja la beku seperti sediakala, kala aku belum menemukanmu..

Thanks ya la untuk kehangatan sesaatnya…

From 53M30N3 to 53M30N3

Read More......

3/26/09

Jawab atas Penantian

Sudahlah apapun jawabanmu itu sudah tidak penting lagi sekarang, jikapun itu jawaban yang membahagiakan, sama saja itu sudah tidak berarti bagiku. Jikapun itu jawaban yang mengecewakan, akupun sudah tidak perduli lagi. Toh, semua sama saja, engkau telah membuatku bosan dan kelelahan dipenantian panjang ini.

Sudahlah aku kira waktu yang aku berikan sejak penghujung senja tanggal 26 bulan lalu itu cukup untuk kamu menentukan segalanya, harusnya waktu yang hampir 1 bulan itu cukup untukmu menentukan arah dari perjalanan kita, waktu yang relative panjang itu cukup untuk kamu menentukan pilihan mana yang terbaik untuk kamu ataupun untuk kita. Tapi apa?? Nyatanya engkau membiarkan aku terombang ambing seperti kapal yang kehilangan nakhodanya.

Sudahlah apapun alasanmu, tetap saja itu tidak berarti lagi, aku benar-benar lelah, aku benar-benar kehilangan telah ditinggalkan oleh waktu yang begitu jauh. Kamu tau?? Aku menghabiskan waktu begitu banyak hanya untuk menunggu semua ini, aku habiskan begitu banyak tenaga buat menerima kenyataan terpahit yang akan keluar dari bibir manismu, ku siapkan seribu kemungkinan untuk membuatku tetap tegar jikapun engkau bermaksud membuatku terluka lebih dalam dan terpuruk lagi. Tapi apa, kau hanya diam tak bergeming.

Kini semuanya sudah tidak penting buatku, kini semuanya biarkan saja tenggelam, biakan saja semua diterbangkan oleh badai yang datang beserta halilintar dipermulaan malam, biarlah gemuruh angin malam ini mampu membuat semuanya terkoyak, terhempas, seperti apa yang telah engkau perbuat terhadapku, biarlah semuanya hilang bersama pekat yang membuat hati semakin tersayat ketika mengingat semua nada bicara yang manis dan penuh manja namun semuanya hanya ketulusan yang dibalut dengan kepalsuan.

Sudahlah, biarkan angin malam ini menjelang tanpa tatap kagum kita kala menyaksikan bergantinya hari menjadi malam, biarkan mentari beranjak meninggalkan senja dan malam pekat menjelang tanpa kehadiran sang rembulan lagi, biarkan aku tetap duduk di tempat ini, mengubur segala asa dan kenangan yang terlanjur terukir di perjalanan kita. Biarkan aku hilang bersama pekat dan hembusan angin malam yang membuat tubuh mungilmu bergetar kedinginan.

Sudahlah, kini tidak ada yang tersisa, bawalah semua yang telah kutitip dihatimu, jikapun kau tidak menginginkannya, terbangkan ia dan buang ditempat yang engkau suka atau biarkan ia pergi terombang ambing tanpa harus tau arah perjalanannya kemana..

Selamat berbahagia untuk engkau sang pembuat luka, selamat menempuh perjalananmu di dunia selanjutnya, apapun yang telah kau perbuat terhadap bahagia kita, mimpi kita, tawa kita, kebersamaan kita, kan ku anggap itu semua sebagai mimpi buruk di kala tidur malamku.

Kini akupun harus beranjak dan berlalu dari kepenatan ini, kini akupun harus menelan kepahitan yang kau sodorkan dengan paksa dihadapanku, karena kalaupun aku telah membiarkanmu merusak dan melukai hatiku, namun ketahuilah, aku tidak akan pernah membiarkanmu untuk merusak mimpiku, aku tidak akan pernah membiarkanmu membuyarkan segala kebanggaan atas hari-hari yang telah dan akan kulalui diperjalanan sebelum kau ada dan berikutnya.

Selamat tinggal sang pecipta luka hati!!

Read More......

3/22/09

Catatan Perjalanan di Winter Break (Bagian I)

19 Januari 2009
Perjalanan ini bermula pada tanggal 19 Januari 2009 yang lalu, setelah menghadapi final exam yang sedikit melelahkan fikiran dan fisik, yang pada akhirnya Alhamdulillah semester ini dapat kulewatkan dengan baik. Meski masih ada beberapa tindakan yang perlu dievaluasi di kemudian hari.

Kala itu pukul 4 pagi, bertolak dari kampus menuju bandara di kota Dao Yuan yang harus ditempuh selama kurun waktu 1 setengah jam perjalanan. Diantar oleh mobil yang disediakan kampus, bersama salah seorang teman yang juga akan bertolak menuju kampung halamannya di Malaysia. Ketika itu, kondisi fisik yang sedikit lelah (namun aku rasa cukup fit untuk melakukan perjalanan jauh) karena pada hari sebelumnya kuhabiskan untuk berjalan-jalan di kota Taipei, berkunjung ke Underground Mall, Eslitte Book Store, Taipei 101, dan terakhir ke Taipei Night Market, pulang dan tiba di rumah sudah pukul 11 malam. Dilanjutkan dengan persiapan pulang yang memakan waktu beberapa jam, dan hingga akhirnya bertolak kebandara.

tepat pukul 7 pagi, alhamdulillah aku mobil yang mengantar kami tiba di bandara Tao Yuan, akupun memutuskan untuk segera mengambil boarding pass dan langsung check in, di hati timbul sedikit kekhawatiran, karena baru kali ini aku melakukan perjalanan jauh sendiri, perjalanan-perjalanan sebelumnya selalu ada teman yang setia mendampingi. Namun liburan kali ini, ia memutuskan untuk tetap tinggal di Taiwan, dan tidak mau kembali ke tanah air.

Tiba di ruang tunggu, kegundahanku berangsur-angsur menghilang, karena ternyata aku tidak sendiri begitu banyak TKI yang akan berpulang ke tanah air, dan mereka mengajakku komunikasi sepanjang waktu penantian kami di ruang tunggu itu. Mendengar cerita-cerita mereka, segala rasa berkecamuk di ruang fikirku, ternyata mereka-mereka ini adalah perempuan-perempuan tangguh, yang menjalani kepahitan hidup di negeri orang, namun tetap semangat, bersyukur dan bahagia atas segala ketentuan Allah yang sudah digariskan di tangan mereka. Ya Allah, terima kasih atas nikmat dan karuniaMU atas hambaMU ini, ternyata aku masih lebih beruntung dibandingkan mereka, akan tetapi begitu kecil nilai kesyukuran yang kupanjatkan atasMU ya Allah.

Tepat pukul 9 pagi, pesawat yang aku tumpangi bertolak menuju Jakarta, dan Alhamdulillah semuanya berjalan dengan lancar dan pesawatpun landing di bandara Soekarno Hatta tepat pukul 13.30 siang wib. Disana aku telah ditunggu oleh adik tercinta yang bersedia menemaniku selama beberapa jam hingga akupun harus melanjutkan perjalanan menuju Medan pada pukul 16.30. sewaktu di ruang tunggu sempat bertemu dengan salah seorang ikhwah yang baru saja selesai pelatihan di Jakarta. Beliau salah seorang senior di organisasi keislaman yang bergerak untuk menghidupkan kegiatan keagamaan di kalaman ibu-ibu di desa-desa.. (hmm salut buat beliau).

Tepat pukul 20.30 aku tiba di Polonia Medan dan segera menghubungi stasiun bus yang menuju kampung halaman tercinta. Namun sayang sekali, aku terlambat beberapa menit, ternyata bus udah berangkat semua, dan mau tidak mau malam itu aku harus bermalam di medan. Akhirnya kuputuskan untuk menginap di Hotel daripada harus bermalam di rumah sanak family, karena aku tidak mengabari mereka kalau aku akan pulang, jadi gak enak aja kalau tiba-tiba nongol di depan pintu rumah mereka.

Bermalam di hotel, terasa sendiri, apalagi kerinduan akan orang-orang terdekat mulai mencapai klimaksnya, akhirnya kuputuskan untuk berkomunikasi via handphone dengan orang-orang terdekat, tepat pukul 01.00 dini hari akupun terlelap dan terbangun ketika waktu subuh menjelang.


20 Januari 2009
Selamat pagi medan, akhirnya aku tiba lagi disini, ucapku menatap jauh dari jendela hotel dan memandang jauh disana, hamparan gedung-gedung yang tidak jauh beda dari 7 tahun yang lalu, ketika itu aku begitu menyukai kota ini, dan begitu merindukannya ketika aku berada di tempat lain. Namun kali ini, kesan itu lambat laun hilang, dan semuanya terkesan biasa saja, akupun mulai merasa bosan berada di kota metropolitan, aku lebih menyukai tempat yang tenang, dan jauh dari hiruk pikuk keramaian kota.

Setelah beberapa saat memandang ke hamparan gedung-gedung yang bisa kusaksikan dari jendela hotel yang kutempati, mengenang saat-saat ku masih berada di kota ini 7 tahun yang lalu, berjalan sendiri menyusuri trotoar di sore hari, bermimpi kalau aku juga bisa sama seperti mereka, berkuliah di universitas terkemuka di kota ini, berjuang menentukan nasib kelanjutan pendidikanku waktu itu. Hingga akhirnya Allah memberiku tempat yang berbeda, dan aku bersyukur kala itu, meski di awal-awal terasa begitu sulit untuk dijalani, karena mimpi tergantikan dengan yang lain. However, ku tetap berucap syukur atas segala ketentuanNYA.

Pukul 9 pagi setelah sarapan di hotel, duduk sesaat membuat planning apa yang harus aku lakukan untuk menunggu waktu kepulangan pada sore harinya (bus menuju ke kota kecil, kota kelahiranku hanya ada pada malam hari.. aneh memang), akhirnya kuputuskan untuk berkunjung ke beberapa tempat favorite ku di kota itu.

Mencoba menjelajah sendiri di beberapa pusat perbelanjaan di sana, hunting makanan favorite, mencari koleksi parfum dan beberapa keperluan lainnya. hingga akhirnya kuputuskan untuk nongkrong di toko buku, tempat favorite kala aku bosan dan suntuk menjalani hari. Kusempatkan membeli 3 buku yang duanya akan kuhadiahkan buat seseorang yang selama ini sering berbagi tentang kesehariannya. Buku yang kurasa bisa mengurangi rasa pesimisnya dan mengurangi kegundahan yang selama ini kerap hadir di hidupnya. Setelah buku untuknya kutemukan, akhirnya kuputuskan untuk mencari beberapa buku yang aku perlukan. Sayang sekali buku yang aku inginkan tidak kutemukan disana, berjalan pelan-pelan menyusuri setiap koleksi buku-buku yang tersedia di toko itu, matakupun tertumpu pada barisan buku yang diperuntukan bagi pemeluk agama budha. Ku coba mengambil beberapa judul yang membuatku penasaran akan isinya dan kucoba membaca bagian-bagian tertentu. Akhirnya kuputuskan untuk membeli salah satu buku yang berjudul "Sehari sepatah kata - Kata Mutiara Kehidupan Manusia" karangan Sheng-yen Lu. Sebuah buku yang mengajarkan kesederhanaan, tawakal atas ketentuan Tuhan, mengingat segala sesuatu sudah ditentukan oleh Tuhan, dan sebagai Makhluknya kita hanya dituntut untuk menjalankan dengan sebaik-baiknya tanpa keluh kesah dan protes, menyadari bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah milikNYA. Mensyukuri setiap ketentuan baik, dan berusaha menerima ketentuan buruk, itulah sepintas isi dari buku ini.

Ketika berada di meja kasir, salah seorang karyawan di toko tersebut mencoba menanyakan kembali apakah aku benar-benar mau membeli buku tersebut. Wajar saja dia protes, karena tuch buku emang diperuntukan bagi umat beragama budha, kenapa aku yang nota benenya muslim juga membeli tuch buku. Alasanku hanya karena bahasanya yang ringan, dan mudah difahami isinya. Selama bisa menambah pengetahuan, aku fikir tidak ada salahnya.

Pukul 4 sore, aku memutuskan untuk kembali ke hotel, dan bersiap check out dan pergi ke stasiun bus yang menuju kampung halaman tercinta. Pukul 8 malam mobilpun bertolak menuju kampung halaman dan alhamdulillah di jalan tidak ada rintangan apa-apa. Alhamdulillah ya Allah, Engkau telah menjagaku selama dalam perjalanan yang harus kutempuh sendiri di malam ini.

21 Januari 2009
Pukul 11 pagi, aku tiba di kampung halaman tercinta, negeri yang sejuk yang telah membuatku banyak bermimpi dan bersemangat untuk berubah. Tiba di depan rumah, kudapati rumah kosong, tidak ada 1 orangpun disana, maklum penghuni rumah yang dulunya ramai sejak saudara-saudaraku belum menikah, dan akupun masih sekolah di kampung kala itu, sekarang hanya dihuni oleh kedua orang tua dan adik bungsuku. Hari kedatanganku, kedua orang tuaku sedang pergi melayat sepupu yang meninggal tadi malam, meninggal karena sebab yang menyisakan penyesalan disetiap orang terdekat yang ditinggalkannya. Meninggal karena mencoba mengakhiri hidupnya dengan cara yang ditentang oleh agama, meminum cairan pembersih lantai (entah disengaja atau tidak) dan akhirnya meninggal setelah dirawat selama 1 minggu dirumah sakit di kota kelahiranku. Ya Allah, ampunkan dosanya, dan tempatkanlah ia disisiMU.

Alhamdulillah, setelah menunggu 30 menit, kedua orang tuaku tiba di rumah, Ya Allah inilah kebahagiaan yang tak tergambarkan, Engkau masih memberi hamba kesempatan untuk bertemu kedua orang tua hamba dan Engkau masih mengaruniai keluarga hamba kesehatan, terima kasih ya Allah, sesungguhnya inilah kesyukuran terbesar hamba atas karuniaMU.

Bercerita panjang lebar, dengan kedua orang tua, setelah melakukan ibadah zuhur keluarga besar mulai berdatangan kerumah, sekedar menyapa dan nanyain kabar tentang keberadaanku selama di negeri orang. Sore itu, rasa lelahku mulai tidak bisa ditolerir lagi, dan mata inipun mulai sulit untuk ku buka, akhirnya aku mohon izin pada pada mereka semua untuk istirahat sesaat.

Malam harinya, setelah menikmati makan malam bersama keluarga besar, akupun tertidur pulas disamping ibunda tercinta. Terima kasih Tuhan, untuk nikmatMU hari ini.

22 Januari 2009
Terbangun di pagi hari, berbahagia karena aku terbangun dan berada disebelah ibunda tercinta, menghirup udara pagi kampung halaman tercinta, melaksanakan rutinitas seperti biasa kala berada di kampung halaman, dan mencoba menikmati hari ini di rumah sendiri. Karena kedua orang tua akan pergi ke tempat saudara yang akan mengikuti persidangan hari ini, atas kasus yang menjeratnya. Berharap segalanya akan terungkap dengan jelas, dan peradilan yang diberikan kepadanya adalah peradilan atas hukum Tuhan, bukan hukum buatan manusia yang bisa dirubah kapan saja sesuai keinginan orang-orang yang ber-uang.

Siang hari, kuputuskan untuk menemui sahabatku, sahabat dari kecil yang sampai hari ini masih sangat dekat denganku, sahabat yang selalu nanyain kabar atas kepulanganku ke kampung halaman, menghabiskan waktu siang bersamanya bercerita tentang banyak hal, tentangku, tentangnya dan tentang sahabat yang lain yang saat ini sudah menyebar dibanyak tempat. Sore harinya kami habiskan bersama dengan menyusuri jalan sepanjang perbukitan indah yang kerap dilalui anak muda yang menikmati waktu senggangnya, kamipun bercerita sepanjang jalan, mengenang saat-saat dulu waktu kami masih sering bersama, dan akhirnya memutuskan untuk berhenti disebuah kafe dilereng bukit indah yang banyak dikunjungi. Bercerita tentang banyak hal, hingga tanpa sadar waktu magrib hampir menjelang, akupun memutuskan untuk mengantarnya pulang dan akupun pulang menuju rumah tepat sesaat sebelum azan berkumandang.

23 Januari 2009
Pagi ini aku harus mengantar adik tercinta kesekolah, karena motornya akan aku pakai, aku harus mengunjungi saudara yang saat ini sedang tertimpa musibah, setelahnya aku harus mempersiapkan keberangkatanku menuju kota perjuangan, tempatku menimba ilmu 2 tahun yang lalu, karena aku harus melaksanakan beberapa pekerjaan disana dan menemui orang-orang yang kerindukan dan kerap hadir dihari-hariku selama di negeri orang.

Pukul 15.30 aku dijemput dari rumah menuju stasiun, kemudian kusempatkan singgah dirumah sepupu dan sempat ngobrol beberapa saat disana dengan sepupu yang lagi ngumpul dirumah itu. pukul 16.00 akupun pamit untuk melakukan perjalanan menuju kota banda, kota kenangan, kota yang mendewasakanku, kota yang telah mengajarkanku tentang banyak hal.

Pukul 18.00 mobil yang aku tumpangi tiba di kota Takengon, kota yang dikenal karena keindahan laut tawarnya, kenikmatan kopi gayonya dan kesejukan udaranya yang membuat siapa saja berkunjung kesana akan merindukannya dan berkeinginan untuk berkunjung kembali.
hingga akhirnya perjalananpun berlanjut menuju kota-kota berikutnya, hingga akhirnya aku tiba di kota banda.

Read More......

1/11/09

Surat Untuk Sahabat

Sahabat dunia dan Akhiratku…..
Hari ini dan ketika aku masih diberi kesadaran untuk meminta maaf padamu dan berucap ampun pada Allah SWT. Izinkan aku untuk memohon maaf dari hati dan kesadaranku. Maafkan aku yang selama ini selalu memberikan pandangan yang selalu kau ikuti, maafkan aku yang selalu memberikan pandangan rasa kekecewaan yang mendalam atas laku orang-orang disekitar kita selama ini.

Maafkan…………
Maafkan sahabat…
Sesungguhnya aku hanyalah seorang daif yang tidak seharusnya selalu kau turuti, hanyalah seorang yang bodoh yang sekali-kali pantas untuk kau ingatkan. Seorang yang sudah terlalu banyak menghadapi kepahitan hidup sehingga seakan ketika kuhadapi keadaan yang sama, seakan semuanya terbayang dengan jelas dihadapanku, padahal aku tidak seharusnya begitu, mendahului segala kehendak Allah.

Sahabatku, Aku tau kamu orang baik
Aku tau kamu punya kejernihan fikiran, sangat berbeda denganku
Karenanya,
Akan sangat wajar bila engkau ingatkan ketika aku khilaf, ketika aku marah,
Tidak seharusnya kulakukan itu, karena Allah selalu akan membalas segala laku yang mereka berbuat terhadap kita. Yang perlu kita lakukan hanyalah kesyukuran atas segala nikmat dan karuniaNYA, dan memohon kekuatan atas segala derita dan kepahitan hidup yang kita hadapi selama ini.

Sahabatku, aku tau engkau lebih baik dan lebih bisa berfikiran jernih atas segala masalah yang ada dihadapan kita selama ini. Sahabatku, kita akan selalu kuat ketika kita selalu mengingatkan dalam hal kebaikan, kita juga akan selalu mampu menghadapi semua ini ketika Allah mengirimkan engkau padaku untuk menemani langkah yang sulit ini. Demikian juga halnya Allah telah mengirimkan aku untuk selalu berada di sampingmu ketika engkau susah, ketika kita susah.

Sahabatku, bukankah niat kita untuk berada di tempat ini untuk merubah hidup kita kejalan yang lebih baik?? Karenanya aku percaya sahabatku, Allah akan tunjukan jalan untuk kita selama kita tidak lupa untuk memohon pertolongan dariNYA. Bukan malah meminta pertolongan dari hambanya yang sama lemahnya dengan kita.

Sahabatku, aku begitu bersyukur berada bersamamu dalam segala rasa susah dan senang kita, dalam segala masalah dan kebahagiaan kita, dalam segala sedih dan tawa kita. Aku bersyukur pada Allah atas segala nikmat yang iya kirimkan lewat orang-orang yang tidak pernah kita sangka sebelumnya.

Sahabatku, saatnya kita meyakinkan diri, menyerahkan semuanya pada Allah, Allah pasti akan memberikan jalan untuk kita, lupakan segala masukkan yang pernah ku sampaikan hingga mengotori fikiranmu, maafkan aku, aku tau fikiranmu sangatlah jernih, biarkan aku membasuhnya dan mengembalikannya ke kesucian semula. Sahabatku jangan lagi mudah terpengaruh terhadap fikran-fikiran yang aku utarakan yang mendahului kuasa Allah, ingatkan aku sahabatku jika kelak aku mengulanginya kembali.

Sahabatku, biarlah di hati kita hanya ada Cinta, Maaf, Perjuangan, Keikhlasan, Kerendahatian, Keramahtamahan, Senyum, Rasa syukur, dan Semoga Kita siap menghadapi apapun yang Allah tentukan untuk kehidupan kita esok, Semoga kita mampu menjalani setiap peran yang telah disusun oleh sang sutradara yaitu Allah SWT.

For My Lovely Friend
(It must be I post several month ago) :)
Today, everything has been better than before already.
But, Please.. Allow me to put it here, key :)

Picture source: http://www.hotprofilegraphics.com/

Read More......

An Introvert - Nasihat Untuk Hati

Apa yang terjadi denganku, kenapa aku begitu egois terhadap diri sendiri, kenapa aku tidak pernah memperdulikan logika yang sering meronta?? Kenapa aku hanya perduli dengan hati, kenapa hanya ia yang menginginkan untuk dipenuhi kebutuhannya.. Kasian logika, sudah lama ia dinomorduakan, sudah lama ia dibiarkan diam dan tak mampu melawan keinginan hati yang selalu berteriak menuntut untuk selalu diperhatikan dan dimanja.

Kasian logika, yang kali ini sedang menuju masa kegelapannya, karena ia tidak dipekerjakan secara sempurna, kini lorong gelap mulai hadir dan menyertai langkahnya, kasian logika karena kali ini ia tidak mampu bekerja optimal karena selalu kalah untuk bersaing dengan hati yang selalu mendahuluinya, kenapa??

Sampai kapan hati?? Sampai kapan engkau akan mencoba menyingkirkan fungsi logika yang sebenarnya sangat kubutuhkan untuk selalu bersanding denganmu, memenuhi kewajiban kalian berdua agar jalan yang aku lalui seimbang. Kenapa kalian selalu berselisih?? Apa salahku sehingga kalian tidak mau berdamai?

Hati, saat ini aku benar-benar tidak bisa membiarkanmu lagi, aku tidak bisa membiarkanmu mengombang-ambingkan logikaku, karena aku memerlukan kalian berdua untuk bekerjasama dengan kompak, agar segala tujuan dapat tercapai sesuai keinginan dan cita-cita kita. Sudahlah, tidak ada gunanya lagi kita terus-terusan berdiskusi untuk hal-hal yang tidak penting, saatnya kamu instirahat hati. Aku tau kamu kelelahan, aku tau kamu sedang tidak bisa berlaku sempurna sesuai keinginanku. Aku tau banyak hal yang sudah membuatmu semakin lemah dan semakin kehilangan arah. Ku akui hati, kadang aku lupa memberimu vitamin, sehingga engkau kelihatan kurang ceria, kadang aku memberimu berlebih, sehingga itupun membuatmu bertanya-tanya kenapa aku tidak bisa commit untuk memberi takaran yang sesuai dengan apa yang engkau butuhkan. Entahlah hati, aku benar-benar minta maaf untuk semuanya, minta maaf atas lalaiku dalam memberi nutrisi yang sebenarnya sangat engkau butuhkan.

Tapi, please mulai hari ini dan hari-hari berikutnya, jangan ngulah lagi yach!! Berdamailah.. berdamailah dengan logika, agar kalian berdua mampu membuatku berdiri dan berjalan seimbang, agar segala fungsi yang ada di diri ini akan bekerja sempurna jika kalian berdua mau bekerjasama, dan tidak ada yang saling mendahului lagi. Agar semua yang kita jalani akan terlaksana sesuai rencana.

Hati, tidak perlu lagi memikirkan hal-hal yang tidak berguna, hakikat hidup kita adalah kesendirian, maka berusahalah untuk menikmati dan menjalani semuanya sendiri, segala halang dan rintangan yang ada dihadapan kita, kita coba hadapi bersama yach! Kita tidak perlu melibatkan siapa-siapa untuk mencapai segala yang kita inginkan.

Hati, biarlah dialog ini berakhir disini, kali ini aku mohon dengan sangat untuk pengertianmu, berhentilah memikirkan hal-hal yang ada diluar sana, karena saat ini kita punya tugas berat yang mesti segera kita kerjakan dan kita selesaikan. Tidak perlu lagi memikirkan hal-hal yang ada diluar sana, karena mereka hanya akan membuat jalan kita menjadi tertunda.

Hati, penghormatan diri sendiri akan berimbas pada penghormatan terhadap orang sekitar dan lingkungan kita, maka dari sekarang hormatlah dan hargailah dirimu sendiri, hargailah teman seperjalananmu, yaitu logika, karena kamu tidak akan mampu berjalan tanpa dia , berdamailah kalian berdua yach…

Kau datang menyejukkan diriku, menikam hatiku, detak jantungku, sesungguhnya ku tak inginkan dirimu, di tempat ini. dipelupuk hatiku melupakanmu, dipusara jiwaku pernah ku memiliki kisah tersembunyi dalam hidupku.
Mengapa kau harus datang disini, malam ini, tak bisa aku hindari
Maafkan bila kumenafikkanmu, bukan saatnya dan bukan waktunya (quote from Padi)

Gambar: Myspace.com

Read More......

1/5/09

Cerita tentang Awan

Tuhan, terima kasih atas jawaban doa yang kupanjatkan di akhir sujud malamku, Tuhan terima kasih untuk telinga yang selalu Engkau sediakan untuk mendengarkan rintihan, kesedihan dan pintaku. Lagi-lagi aku begitu lemah dihadapanMU, aku begitu merasa kecil dan merasa belum cukup untuk berterima kasih untuk semua perhatian dan jawaban doa-doa yang Engkau berikan.

Tuhan, saat ini dia telah memaafkan aku, dan aku merasa itu lebih dari cukup Tuhan, Alhamdulillah untuk semua ketentuan yang Engkau berikan atasku.

Ya Allah aku yakin sepenuhnya jika Engkau akan memberikan yang terbaik buat hambamu, bukan yang terbaik dimataku, karena pandanganku bisa saja salah, sementara Engkau tidak pernah salah…

Kamu memang telah jauh wan, masih terdengar suara ketika kau ucapkan rindu walaupun dihatimu sudah tiada aku. Karena aku masih begitu merindumu, dan aku tak mampu merubahnya. Sesungguhnya kaulah yang aku inginkan tapi kita tidak bisa berjalan bersama, terlalu banyak pandangan yang berbeda, terlalu banyak sakit yang telah tercipta, namun rasa ini harus juga tenggelam di relung hati, dan aku tak mampu mengambilnya lagi dan meletakkannya ke permukaan, biar gelombang yang datang menghempasnya dan membawa namamu pergi ke laut luas. Lalu ku mencoba memohon pada angin, agar hembusannya yang kencang mampu membawa sebait nama itu dari hati ini, namun terang saja angin juga tak mampu melakukannya untukku. Ia sudah begitu melekat dan terukir indah di sana, di sisi hati yang seharusnya ku biarkan kosong, hingga akhirnya Tuhan mengirimkan nama yang benar-benar tepat untuk memiliki sebentuk hati itu. Lalu akupun berteriak pada awan, semoga gumpalannya yang berubah jadi hujan yang deras, akan mampu membuatnya basah dan membuat nama mu menjadi samar, yang pada akhirnya akan hilang pelan-pelan. Namun ternyata awanpun enggan melakukannya untukku. Karena terlalu dalam ku menyimpannnya, terlalu indah ku mengukirnya, terlalu nyaman ruang yang tersedia untuk sepenggal namamu itu wan, hingga ia tak mau berpindah sedikitpun dan meninggalkanku sendiri. Akhirnya aku hanya mampu membiarkannya disana, biarlah ku serahkan pada waktu, biarlah waktu yang mengatur ritme irama denyut nadi, yang mungkin akan membawanya pergi bersama ku dari dunia ini.

Dan malam ini wan, aku ingin sekali menuliskan sesuatu tentang mu, tapi lagi-lagi tanganku terasa kelu, lagi-lagi kerongkonganku terasa sakit, lagi-lagi tulisan-tulisan pada layar monitor jadi berbayang-bayang dan tak tampak jelas oleh pandanganku, karena lagi-lagi air mata ini tak bosan-bosannya untuk tumpah, mengalir begitu saja tanpa diminta, kala bayang masa lalu kita harus pula terlintas di benakku.

Tapi biarlah sisa malam ini, disela rasa kantuk yang sudah mulai mengganggu jelasnya pandanganku, ku paksakan diri untuk menumpahkan semua tentang mu dan tentang kita, karena aku sudah mulai lelah untuk semuanya, lelah menjalani hari-hari karena selalu diikuti bayangmu. Biarlah sekelebat bayang, segudang asa yang terbawa bersamamu, sebentuk kenangan, segala kepahitan di perjalanan kita, canda tawa yang selalu engkau lontarkan, janji-janji yang telah teringkari sebelum tiba waktunya untuk ditepati, sebesar-besarnya maaf yang sudah aku berikan, kuurai menjadi bait-bait kata disini, semoga tidak akan bersisa lagi di rongga dada dan di ruang memori yang akan lebih pantas untuk ketempatkan sesuatu, yang berguna di sisa hari-hari yang masih disediakan olehNYA untukku.

Awan, perjalanan antara kita memang sangat singkat dan penuh dengan bahagia dan air mata. Dan kita juga telah berpisah sejak 1 tahun lamanya. Namun semuanya masih tergambar dengan jelas di benak ini, izinkanlah malam ini ku buang semuanya wan, karena aku fikir tidak ada gunanya lagi ia tinggal bersamaku, karena semuanya hanya akan membuat langkahku semakin berat untuk ku ayunkan, karena semuanya hanya membuat waktuku terbuang, yang seharusnya kumanfaatkan untuk memikirkan yang lain, dan karena semuanya seharusnya memang telahpun hilang, dan terkubur bersama pahit dan manisnya hari yang kita jalani, dan kini semuanya sudah menjadi history dari sebuah perjalanan yang kita jalani, kau dan aku.

Awan, semuanya masih bisa ku urai dengan kata, rentang waktu yang sudah kita jalani bersama. Teringat pertama sekali Allah mempertemukan kita, di sebuah toko sederhana, ketika benda kesayanganku mengalami sedikit gangguan, dan aku tak mampu mengatasinya, dan akupun harus datang ke toko itu, toko yang menjadi tempat kita bertemu untuk kali pertama. Kala itu ketika aku sedang berbicara dengan salah seorang customer services di sana, rupanya ada sepasang mata yang memperhatikanku dengan begitu seksama, hingga temanku tanpa sadar mengatakan tepat dihadapanmu. Tuch cowok lagi liatin kamu dari tadi… Yach bagiku itu biasa, aku tidak menggubris obrolan teman yang mengatakan kalau kamu sedang memperhatikan aku. Hingga akupun berlalu dari toko itu. Tiga hari berikutnya ketika si benda kesayangan telah sembuh, akupun harus menjemputnya lagi ke toko itu, hari itu aku tidak menemukanmu disana.

Pulang kerumah, akupun mencoba mengoperasikan si benda kesayangan, namun ternyata tidak ada perubahan, dia masih saja sakit dan gak bisa bekerja sempurna untuk menolongku dalam menyelesaikan pekerjaan. Hingga kuputuskan untuk kembali ke toko itu, dan setibanya disana Allah mempertemukan kita, karena rupanya hanya ada kamu di toko itu wan, dan mau tidak mau aku harus menyampaikan keluhan si benda kesayangan kepadamu. Dan hari itu aku tau kalau kamu adalah salah satu karyawan disana. Dan kamu bilang, tinggalin aja nomornya ntar klau udah selesai biar aku telephone, biar gak bolak-balik kemari, katamu. Dan akupun menyetujuinya. Keesokan harinya ketika ada sebuah program yang harus ditambahkan di benda kesayangan tersebut, aku mencoba mengirimkan pesan, dan engkau menjawab pesanku dengan sebait kalimat “Affirmative with I can” ditutup dengan sebuah icon senyuman disana. Entah kenapa kala itu aku tersenyum ketika membaca pesan itu. Namun itu hanya sementara, selanjutnya akupun terlupa dan kembali diingatkan oleh segudang pekerjaan yang harus aku selesaikan pada hari itu.

Keesokan harinya, aku menerima telephone kamu yang mengatakan kalau si benda kesayangan sudah sembuh dari sakitnya, dan kamu bisa menjemputnya sepulang dari kerja, katamu. Dan akupun mengucapkan terima kasih di akhir pembicaraan kita hari itu. Dan sore itu ketika pulang dari kerja, aku mencoba mencari seorang teman yang bisa menemaniku untuk menjemput si benda kesayangan, namun pada hari itu tidak ada seorangpun yang sedang ada di rumah, mau tidak mau aku harus pergi sendiri untuk menjemput si benda kesayangan dari toko itu. Dan sesampainya disana ketika aku ingin membawa pulang si benda kesayangan, terang saja aku tidak bisa membawanya pulang sendiri, dan engkaupun menawarkan diri untuk membantuku membawanya pulang. Dan diakhir pertemuan aku berucap terima kasih atas bantuan kamu. Itulah kali pertama pertemuan kita dipertengahan dua tahun yang lalu.

Hari-hari berikutnya berjalan seperti biasa, dan engkau sudah mulai berani menyapa di kala pagi ataupun senja, dan satu masa, ketika aku berjalan bersama teman-temanku, engkau sempat menyapa lewat pesan singkat yang menanyakan aku hendak kemana, kujawab seadanya kalau aku akan menghabiskan senja di sebuah kafe bersama teman-temanku, menikmati udara sore sambil menghilangkan kepenatan setelah seharian bekerja. Dan akan pulang setelah ibadah magrib dan makan malam bersama, kala itu engkaupun mulai berani berucap canda, duch makan gak ngajak-ngajak ya, katamu. Dan aku tanggapi juga dengan keramahan ku seperti biasa aku lakukan pada orang baru yang aku temui. Iya, boleh nanti kapan-kapan kalau kita punya waktu. Ungkapku diakhir rentetan pesan singkat di senja itu.

Ternyata pesan itu bukan hanya isapan jempol semata, dua hari setelahnya tiba-tiba aku menerima pesan singkat dari kamu yang menanyakan kapan aku punya waktu luang untuk bisa bertemu dan menikmati sore, sebagaimana kebiasaan orang-orang di kota kita dalam mengisi penghujung hari setelah selesai dari pekerjaan. Dan akupun menyambut dengan hangat, kalau dalam minggu ini aku punya waktu setelah ashar dan sampai tibanya waktu magrib, kita bisa manfaatkan waktu tersebut buat ngobrol bersama sekedar mengetahui sedikit latar belakang tentang kita.

Itulah kali pertama aku dijemput lelaki setelah sekian tahun aku berada di kota ini, dengan perasaan bercampur aduk, merasa bersalah, berdosa pada pandangan yang telah aku jalani selama sekian tahun, perasaan senang dan semuanya seolah saling berebutan menuntut untuk diprioritaskan. Sore engkau membawaku ke sebuah persinggahan anak muda yang masih terletak dibilangan kota banda. Kita sempat berbicara panjang lebar, sedikit tidak menyangka kita bisa dekat secepat itu, seolah tidak ada rasa sungkan diantara kita, kita dekat tepat di pertemuan pertama, dan hari itu kita banyak bercerita tentang diri sendiri dan latar balakang kita. Dan akupun tahu kalau kamu bukan hanya seorang karyawan di sebuah toko sederhana di jalan menuju rumahku, tetapi juga masih berstatus mahasiswa tingkat akhir yang juga masih satu universitas denganku.

Menariknya ternyata kita masih satu angkatan, hanya saja aku sudah duluan menyelesaikan kuliahku sejak hampir dua tahun yang lalu. Engkau menjadi tertunda karena sempat tidak aktif selama beberapa saat karena bekerja. Begitu katamu. Dan diakhir hari itu, entah kenapa aku menemukan kekhawatiran dimatamu, kekhawatiran kalau aku akan meninggalkanmu sebelum engkau sempat mengenalku lebih jauh, kala itu aku juga sempat heran, padahal kita hanya berniat saling ngobrol sore itu, tapi entah kenapa seperti ada suatu ketertarikan diantara kita hingga bias itupun jelas terlihat dimatamu ketika kamu akan mengantarku pulang.

Begitulah kali pertama, dan seterusnya kita jadi sering komunikasi lewat pesan singkat dan telephone, tidak jarang juga bertemu menghabiskan sisa senja dan menyambut datangnya malam di berbagai tempat yang berbeda. Kita juga sering menghabiskan hari libur bersama, menyaksikan derai ombak, desiran angin pantai yang terdengar di helai daun cemara, menyaksikan canda tawa orang-orang yang kebetulan berada disekitar kita. Semua itu masih terekam dengan jelas di benak ini wan. Kala kita memulai bercerita, merancang hari depan, tentang apa yang akan kita lakukan, saling menguatkan jika salah satu dari kita sedang lemah, lelah, atau berduka. Saling mengingatkan ketika kita goyah, dan sedikit depresi dengan situasi yang kita hadapi dan peran yang kita lakoni setiap hari.

Berbagi sama rata, bercerita seadanya, saling mengenal satu sama lain lewat gerak, tingkah dan ucapan, bahkan tidak jarang kita berselisih tentang hal-hal kecil yang membuat kedekatan kita semakin erat dan seperti tidak akan terpisahkan. Semua tempat seakan menjadi saksi kedekatan kita kala itu, akupun tidak sunkan lagi berjalan beriringan bersamamu. Padahal keadaan ini benar-benar baru buat ku, sudah lama sekali aku tidak pernah membayangkan lagi bakal berjalan beriringan dengan orang yang kusebut sebagai pengisi hati. kamu begitu menghormati aku wan, kamu begitu menjaga aku, engkaupun tidak pernah perduli dengan masa lalu aku sepahit dan sehitam apapun itu, mungkin itulah sebabnya secara berlahan tapi pasti aku mulai menyukaimu, diantara sadar dan tidakku, yang sebelumnya kehadiranmu hanya kuniatkan sebatas teman biasa, hingga pada endingnya akupun begitu merasa kehilangan ketika kita harus mengakhiri semuanya.

Wan perjalanan waktu serasa kian cepat, tidak terasa kebersamaan kita sudah hampir setengah tahun lamanya, semuanya terasa menyenangkan, namun tidak jarang juga berubah menjadi menyakitkan bagimu karena egoku yang terkadang membuatmu terheran dan kelelahan menyikapinya. Kala itu mungkin engkau berfikir kalau aku hanya menjadikanmu sebagai pengisi waktu senggang, karena aku tidak pernah memperlihatkan kalau aku benar-benar sayang padamu dari sikap dan caraku menghadapimu. Entahlah wan, kala itu aku berprinsip kalau aku tidak mau bermanis-manis dengan siapapun yang menginginkanku, termasuk kamu. Karena aku hanya takut kalau semuanya tidak akan engkau dapati ketika kita sudah saling memiliki, atau karena aku masih menyisakan rasa sakit, yang disebabkan oleh kehadiran seseorang yang sempat singgah beberapa saat dihidupku, namun kebersamaan kami tidak bisa dilanjutkan karena terlalu banyak yang harus dipertimbangkan, kami hanya punya rasa dan pengertian selebihnya tidak ada yang bisa dijadikan pegangan untuk jalan bersama menjalani sisa hari yang dianugrahkan oleh Tuhan.

Wan, engkau hadir dikala aku sedang galau, galau oleh rasa yang tumbuh tanpa aku sadari kepada seseorang yang telah banyak becerita tentang kisah dan beban hidup yang ia jalani. Kala itu aku sempat menjadi temannya, mungkin terlalu banyak kepahitan yang terlanjur diperdengarkan padaku, dan juga sikapnya dalam menghadapi siapaun yang teramat manis dan tidak pernah kutemui sebelumnya, membuat rasaku tumbuh begitu besar terhadapnya, padahal itu terlarang karena perbedaan keyakinan yang pandangan membuat kami tidak mungkin mewujudkan rasa itu menjadi sebuah kebersamaan, hingga kamipun harus saling menyakiti agar bisa saling melupakan satu sama lain.

Namun sikapnya yang terlalu manis dalam memperlakukanku, membuatku menempatkan namanya diurutan teratas dari orang-orang yang pernah kutemui. Dan begitu sulit aku mencoba untuk melupakannya saat itu, aku begitu kehilangan, namun juga tidak bisa berbuat apa-apa, karena kami berpisah karena ketidakmungkinan untuk jalan beriringan.

Disaat itulah wan, engkau hadir menawarkan seteguk air ditengah dahagaku. Kamu seperti kerlip bintang di tengah rintik hujan, menghapus derai air mataku yang tumpah hampir setiap malam, mencoba menawarkan perhatian kala aku benar-benar ingin sendiri dan tidak menginginkan kehadiran siapapun di perjalanan hidup ku berikutnya. Namun caramu yang teramat halus, dan bersahaja membuatku tak kuasa menolak setiap uluran perhatian yang engkau tawarkan. Hingga tanpa disadari aku mulai kehilangan jika sehari saja engkau tidak menyapaku. Menawarkan seulas senyum ditengah pedih yang sedang melanda kehidupanku, hingga saat itu aku hanya terdiam dan tidak pernah menanggapimu dengan rasa yang aku punya.

Wan, maaf aku tidak punya rasa itu, aku hanya ingin menganggapmu sebagai teman, namun aku juga tidak akan menolak kemungkinan jika engkau mampu membuatku menumbuhkan rasa itu di hatiku, engkau berhak atas itu wan, karena akupun sudah mulai lelah dengan perjalanan ini, akupun sudah ingin membuat orang-orang terdekatku tidak khawatir lagi, tidak bertanya-tanya lagi bahwa sebenarnya apa mauku? kenapa aku tidak pernah bisa menerima kehadiran pribadi-pribadi yang memilihku untuk berjalan bersama mereka, yang datang silih berganti, maka dari itu, aku beri kamu kesempatan untuk menumbuhkan rasa itu, dan jika engkau berhasil engkau berhak pula untuk memilikinya, tidak usah khawatir, mataku tidak gampang melihat keindahan dari tempat yang lain, berusahalah jika kamu memang menginginkanku. Itulah jawaban atas pengutaraan isi hati di satu hari kala engkau meminta kesediaanku menjadi seseorang yang akan menempati tempat spesial di hatimu. Engkau mencoba menyetujuinya, meski engkau tampak begitu bingung dan berharap kalau jawaban yang engkau terima tidaklah demikian. Namun, engkau mencoba menerima semua itu dengan lapang dada.

Begitulah hari-hari berikutnya, engkau tampak begitu setia menemani hari-hariku, disela kesibukan kita masing-masing yang membuat kemungkinan untuk komunikasi langsung terkadang sering menjadi kendala. Namun, usahamu untuk selalu menyempatkan diri, buat hanya sekedar menemani menghabiskan jam makan siang sebelum akhirnya kita harus kembali ke pekerjaan masing-masing, benar-benar suatu pengorbanan yang sengaja engkau lakukan untukku, sayang aku baru menyadarinya sekarang.

Hari-hari berjalan, semakin hari semakin jelas kalau kita memiliki perbedaan yang tidak mungkin diterima oleh pribadi kita masing-masing. Hingga tidak jarang kita berselisih dan saling diam, itulah awal dari semuanya. engkau mulai pesimis dengan usahamu untuk menaklukkan hatiku. Aku tidak pernah tampak benar-benar bisa menghargai usahamu itu, entahlah akupun tidak tahu kenapa, aku benar-benar egois ke kamu waktu itu. Ditengah kebekuan hubungan kita diakibatkan oleh ego ku dan perbedaan pandangan antara kita, ujian lainpun datang, satu-satunya wanita yang pernah mengisi hari-harimu, dan telah meninggalkanmu 5 tahun lalu, tiba-tiba saja hadir kembali. Engkau mengira kalau ia benar-benar sudah tiada, ia sudah berlalu dibawa gelombang bersama hancurnya hatimu yang telah diciptanya. Hingga engkaupun mencoba mengobatinya hampir 5 tahun lamanya. Begitu katamu waktu itu, di penghujung hari disela desiran angin yang berhembus di helai daun-daun cemara, sebuah pantai untuk terakhir kalinya kita kunjungi bersama. Menikmati santapan khas kota kita, menghirup hembusan angin yang lembut, dan bercerita panjang lebar tentang masa lalumu dan hari depan kita. Kenapa, kok hari ini kamu cerita tentang dia wan?? Apa memang kamu tidak bisa melupakannya, dan ingin kembali padanya? Kataku, kamupun membalas pertanyaanku dengan nada yang meninggi, ngapain sich nanyain pertanyaan yang begituan? Gak, kalau memang kamu mau kembali ke dia, kembalilah, aku tidak bisa menahanmu bersamaku, padahal engkau memikirkan orang lain, kataku lagi. Dan engkaupun hanya menimpali kalau sekarang kita melakukan perencanaan untuk mendekatkan sanak kerabat kita, berhubung karena perjalanan yang kita jalani sudah saatnya untuk maju ke tahapan berikutnya, katamu.

Begitulah, kita menghabiskan hari, dan berbicara panjang lebar sambil sekali-sekali tergelak dan tersenyum bahagia atas tingkah orang yang berada di sekeliling kita, pada saat itu, aku begitu merasa terlindungi berada di dekatmu, karena ketika melihat sekliling kita, tidak ada satupun orang yang bersikap sepertimu dan begitu menghormati aku sebagai perempuan. Engkau benar-benar laki-laki terhormat, ungkapku dalam hati.

Begitulah seterusnya, hubungan kita semakin dekat saja, hingga peristiwa itupun datang diperjalanan kita, seminggu setelah pertemuan kita terakhir aku mendapatimu dingin, menjemputku ke kantor hanya dengan sebuah sapaan, maaf abang telat jemputnya, engkau diam sepanjang jalan, tidak seperti biasanya engkau berkicau sepanjang perjalananan, meski terkadang aku bosan mendengar ocehanmu.
Hari itu engkau benar-benar beda wan, hatiku bertanya-tanya apa sebenarnya yang membuatmu demikian diam sepanjang perjalanan yang kita tempuh menuju rumahku yang menghabiskan waktu hampir 20 menit lamanya. Aku bertanya engkau hanya menimpali, kalau kamu baik-baik saja.

Hari-hari berikutnya, tampak semuanya berubah, aku mulai jarang mendapati deringan handphone atas panggilanmu, aku mulai jarang menerima pesan atas pertanyaan-pertanyaan seputar keseharianku, aku mulai jarang diingatkan untuk segera tidur kala malam, aku mulai jarang dibangunkan kala pagi,
dan jangan lupa sarapan, mengingatkanku untuk berdoa agar Allah selalu memberi kita kekuatan untuk menjalani hari-hari yang tidak selamanya berjalan sesuai keinginan, aku mulai jarang diingatkan jangan terlalu lelah bekerja dan seterusnya. Aku mulai bertanya-tanya ada apa gerangan yang sedang menimpamu, aku mulai mencoba bertanya pada diri sendiri, apakah ada salah yang telah aku lakukan sehingga engkau mendiamkanku. Akhirnya akupun tidak tahan dengan kondisi ini dan mencoba mendesakmu apa yang telah berlaku dengan kita, kenapa engkau mendiamkanku?? Dan engkau mencoba menyembunyikannya kalau tidak ada apa-apa diantara kita, semuanya baik-baik saja katamu.

Begitulah seterusnya, hingga perselisihan antara kita juga tidak terhindarkan, karena engkau mengatakan kalau kita harus mengakhiri perjalanan kebersamaan kita, karena engkau ingin kembali, kembali ke perempuan yang telah membawa separuh hatimu, aku terdiam, marah, kecewa dan tak tau lagi berkata apa. Engkau benar-benar telah membuatku terluka wan, hingga akupun berniat tidak pernah kenal kamu lagi, dan berharap kalau aku bisa melupakannmu buat selama-lamanya. Malam itu aku berjalan meninggalkanmu di tempat pertemuan kita untuk kali terakhir aku berlari dengan deraian air mata yang membuat pandanganku mengabur, mengemudikan kendaraan dengan tujuan yang tak bisa kupastikan, malam itu aku pulang dengan segudang kekecewaan atas apa yang telah engkau perbuat terhadapku.

Kenapa, engkau datang hanya untuk membuatku sakit, terjatuh dan terkulai tak berdaya, engkau datang sebagai penyempurna atas serentetan kekecewaan yang telah diperbuat oleh pribadi-pribadi yang pernah hadir dikehidupanku, Iya wan, engkau telah membuat sakit itu sempurna kini, akupun tidak berniat lagi buat menyembuhkannya, akupun tidak berniat lagi untuk menemukan keindahan dari sorot-sorot mata yang berbeda, kali ini aku benar-benar terkulai tak berdaya, terima kasih engkau hadir disaat yang tepat wan, namun bukan sebagai obat, tetapi sebagai pelengkap kehancuran hatiku yang yang sudah rapuh dan rentan dengan segala bahaya.

Aku tidak pernah menyesal untuk waktu dan perhatian yang kuberikan, namun yang aku sesalkan kenapa engkau berani berjanji sedemikian rupa, namun engkau mampu mengingkarinya dalam waktu sehari?? Entahlah, aku tidak tahu terbuat dari apakah hatimu wan?? Engkau benar-benar membuatku kecewa dan patah arang, namun inilah kenyataan, mau tidak mau aku memang harus terima itu.

Itulah ungkapan ku malam itu, begitulah seterusnya hingga akupun disibukkan dengan aktivitas lain, niatku untuk meninggalkan kota ini benar-benar sudah bulat, mungkin inilah salah satu hikmah yang kudapat dari keretakan hubungan kita wan, aku benar-benar bersemangat buat menjalani semuanya, aku benar-benar ingin segera meninggalkan semuanya, meninggalkan setiap kenangan pahit yang kutemui dari pribadi-pribadi yang terlanjut kutemui di kota ini, dan mencari kehidupan yang lebih indah di tempat yang berbeda.

Hari-hari berjalan, ternyata aku tidak bisa membenci kamu wan, Allah benar-benar tidak memberiku rasa itu, aku benar-benar tidak pernah bisa membenci setiap pribadi yang telah membuatku kecewa dan sedih, aku tetap bersyukur wan, atas ketulusan yang pernah engkau curahkan meskipun itu palsu, biarlah itu hanya kamu yang tahu, namun dimataku tetap saja itu adalah buah ketulusan yang sudah sepantasnya aku hargai.

Hari-hari pertama, berada dinegeri orang, ingatan tentang kampung halaman dan kota yang telah mendewasakanku benar-benar tidak terelakkan wan, dan hari itu suatu pagi, aku mencoba mengirimkan pesan buat sekedar nanyain kabar dan meminta maaf, tak disangka-sangka wan, lagi-lagi engkau menyalahkan aku atas apa yang berlaku dengan hubungan kita, kemanakah hatimu wan?? Engkau telah membuatku terluka, namun engkau tidak pernah menyadari itu, engkau malah menyalahkan aku atas semuanya.

Akhirnya, aku berusaha menghapus semuanya tentangmu wan, aku tidak pantas menghargai kamu atas apapun juga fikirku, bahkan aku tidak berhak untuk menyimpan segala kenangan masa lalu kita, karena itu semua hanya akan membuatku terlarut dalam duka dan kekecewaan terhadapmu. Begitulah wan, aku berusaha menyembuhkan semuanya sendiri, mencoba mengambil hikmah atas semua yang berlaku, tapi engkau benar-benar telah meruntuhkan semua mimpiku tentang keindahan atas pribadi-pribadi yang hadir di waktu berikutnya, aku mulai ketakutan kalau-kalau mereka tidak jauh beda sepertimu, hanya berniat, mengumbar janji dan kemudian menyakiti, sempurnalah sudah wan, sempurnalah luka yang engkau perbuat diperjalananku.

Meskipun demikian, aku tidak pernah benar-benar berhasil melupakan dan membencimu, lagi-lagi logikaku tidak bisa ku ajak kompromi dengan hati, namun jauh sebelum hari ini aku sudah benar-benar memaafkanmu wan, semoga satu saat aku akan tersenyum mendengar kabarmu kalau engkau sudah bahagia dengan jalan yang engkau pilih, semoga….


Tidak Tuhan, cukup sudah waktu setahun aku sisakan buat dia, kini saatnya hamba benahi semua, benahi hati, benahi sikap, cara pandang, dan semua planning yang sempat menyimpang beberapa derajat ke posisi yang tidak diinginkan. Tuntunlah hamba selalu….

Read More......