Dialog Hati, Dialog dengan Fikiran Sendiri, Muncul dari Berbagai Kondisi, tidak Selamanya Ia Nyata, tidak juga hanya Fiktif Belaka

4/19/09

Maafkan....

August in Memorian...

Bukan salahku jika sekarang aku bersikap demikian terhadapmu, karena aku bukan type yang selalu mampu mengikuti lika-liku yang engkau ciptakan dihadapanku. Bagiku, semuanya bisa dibuat sederhana, jika kamu bisa memandangnya sederhana, akan tetapi engkau telah membuatnya sedemikian sulit hingga jalan itu seakan tidak tersedia bagimu. Padahal aku sudah memberi peluang itu buatmu, sengaja kupersiapkan jauh-jauh hari disela padatnya jadwal perjalanan yang harus aku lakukan saat itu. Sengaja ku luangkan waktu buat kamu, agar segala maksud dan tujuan yang ingin engkau sampaikan mampu kucerna dengan akal sehatku, dan bisa kupertimbangkan dengan sebaik-baiknya. Agar jikapun Allah menakdirkan kita untuk berjalan beriringan ku hanya ingin itu merupakan hasil pertimbangan yang benar-benar matang. Sebuah keputusan yang tidak diambil dengan tergesa-gesa.

Maafkan aku, saat ini aku benar-benar tidak ingin memikirkannya. Aku sudah mempersiapkan waktu buat kamu, tapi kamu sudah menyia-nyiakannya. Maafkan untuk kesempatan yang tidak mungkin akan kuberi ulang. Saat ini, aku benar-benar hanya ingin fokus pada apa yang sedang aku jalani. Bukan karena kamu siapa, dan bagaimana kondisimu saat ini. Jujur aku tidak pernah melihat latar belakang, dan kondisi fisik seseorang, aku tau kekurangan yang ada padamu saat ini, benar-benar telah meruntuhkan segala nilai kebanggaan yang engkau punya. Namun, aku tidak pernah memikirkan itu, aku pernah benar-benar mempertimbangkanmu tanpa memandang status apa yang engkau sandang. Aku tidak pernah menganggapmu rendah, walau saat ini engkau tidak mampu berjalan sempurna lagi. Yach, peristiwa 5 tahun yang lalu, telah mengakibatkan engkau kehilangan sebelah penyangga tubuhmu untuk bisa berjalan sempurna.

Begitupun, aku masih saja setia menemanimu sebagai sahabat yang siap menghibur setiap saat, siapa sangka jika akhirnya engkau menginginkan untuk lebih daripada itu. padahal dulu, ketika signal itu kuberikan, engkau selalu menanggapinya dengan dingin. Kini ketika, aku sudah menentukan jalanku sendiri, ketika aku belum sembuh benar dari luka yang dicipta oleh seseorang yang selalu keceritakan padamu dulu, tiba-tiba engkau datang dengan maksud lain..

Kaget, itulah ekspresi yang tergambar diraut mukaku ketika mendengar pengakuan itu. Kenapa baru sekarang?? kenapa??
Tapi, buat apa kupertanyakan lagi, toh inilah kenyataan, mau tidak mau, dia datang dihadapan kita saat ini, tapi jauh di lubuk hatiku entah kenapa aku begitu sedih mendengar pernyataan itu, sedih karena aku tidak bisa memberikan porsi yang sama atas apa yang engkau berikan, sedih karena apa yang pernah kita jalani, penuh dengan warna murni, kini harus terkotori oleh keinginan yang seharusnya tidak pernah ada, sedih karena saat ini akupun tidak lagi berada pada keinginan itu, aku benar-benar telah tidak ingin memikirkannya lagi. Namun, yang paling aku sedihkan adalah karena aku tau engkau akan merasa kecewa atas sikapku, tapi lagi-lagi kita harus sadar bahwa kita berhak membuat pilihan atas segala yang kita inginkan dalam hidup kita.

No comments: