Dialog Hati, Dialog dengan Fikiran Sendiri, Muncul dari Berbagai Kondisi, tidak Selamanya Ia Nyata, tidak juga hanya Fiktif Belaka

1/11/09

Surat Untuk Sahabat

Sahabat dunia dan Akhiratku…..
Hari ini dan ketika aku masih diberi kesadaran untuk meminta maaf padamu dan berucap ampun pada Allah SWT. Izinkan aku untuk memohon maaf dari hati dan kesadaranku. Maafkan aku yang selama ini selalu memberikan pandangan yang selalu kau ikuti, maafkan aku yang selalu memberikan pandangan rasa kekecewaan yang mendalam atas laku orang-orang disekitar kita selama ini.

Maafkan…………
Maafkan sahabat…
Sesungguhnya aku hanyalah seorang daif yang tidak seharusnya selalu kau turuti, hanyalah seorang yang bodoh yang sekali-kali pantas untuk kau ingatkan. Seorang yang sudah terlalu banyak menghadapi kepahitan hidup sehingga seakan ketika kuhadapi keadaan yang sama, seakan semuanya terbayang dengan jelas dihadapanku, padahal aku tidak seharusnya begitu, mendahului segala kehendak Allah.

Sahabatku, Aku tau kamu orang baik
Aku tau kamu punya kejernihan fikiran, sangat berbeda denganku
Karenanya,
Akan sangat wajar bila engkau ingatkan ketika aku khilaf, ketika aku marah,
Tidak seharusnya kulakukan itu, karena Allah selalu akan membalas segala laku yang mereka berbuat terhadap kita. Yang perlu kita lakukan hanyalah kesyukuran atas segala nikmat dan karuniaNYA, dan memohon kekuatan atas segala derita dan kepahitan hidup yang kita hadapi selama ini.

Sahabatku, aku tau engkau lebih baik dan lebih bisa berfikiran jernih atas segala masalah yang ada dihadapan kita selama ini. Sahabatku, kita akan selalu kuat ketika kita selalu mengingatkan dalam hal kebaikan, kita juga akan selalu mampu menghadapi semua ini ketika Allah mengirimkan engkau padaku untuk menemani langkah yang sulit ini. Demikian juga halnya Allah telah mengirimkan aku untuk selalu berada di sampingmu ketika engkau susah, ketika kita susah.

Sahabatku, bukankah niat kita untuk berada di tempat ini untuk merubah hidup kita kejalan yang lebih baik?? Karenanya aku percaya sahabatku, Allah akan tunjukan jalan untuk kita selama kita tidak lupa untuk memohon pertolongan dariNYA. Bukan malah meminta pertolongan dari hambanya yang sama lemahnya dengan kita.

Sahabatku, aku begitu bersyukur berada bersamamu dalam segala rasa susah dan senang kita, dalam segala masalah dan kebahagiaan kita, dalam segala sedih dan tawa kita. Aku bersyukur pada Allah atas segala nikmat yang iya kirimkan lewat orang-orang yang tidak pernah kita sangka sebelumnya.

Sahabatku, saatnya kita meyakinkan diri, menyerahkan semuanya pada Allah, Allah pasti akan memberikan jalan untuk kita, lupakan segala masukkan yang pernah ku sampaikan hingga mengotori fikiranmu, maafkan aku, aku tau fikiranmu sangatlah jernih, biarkan aku membasuhnya dan mengembalikannya ke kesucian semula. Sahabatku jangan lagi mudah terpengaruh terhadap fikran-fikiran yang aku utarakan yang mendahului kuasa Allah, ingatkan aku sahabatku jika kelak aku mengulanginya kembali.

Sahabatku, biarlah di hati kita hanya ada Cinta, Maaf, Perjuangan, Keikhlasan, Kerendahatian, Keramahtamahan, Senyum, Rasa syukur, dan Semoga Kita siap menghadapi apapun yang Allah tentukan untuk kehidupan kita esok, Semoga kita mampu menjalani setiap peran yang telah disusun oleh sang sutradara yaitu Allah SWT.

For My Lovely Friend
(It must be I post several month ago) :)
Today, everything has been better than before already.
But, Please.. Allow me to put it here, key :)

Picture source: http://www.hotprofilegraphics.com/

Read More......

An Introvert - Nasihat Untuk Hati

Apa yang terjadi denganku, kenapa aku begitu egois terhadap diri sendiri, kenapa aku tidak pernah memperdulikan logika yang sering meronta?? Kenapa aku hanya perduli dengan hati, kenapa hanya ia yang menginginkan untuk dipenuhi kebutuhannya.. Kasian logika, sudah lama ia dinomorduakan, sudah lama ia dibiarkan diam dan tak mampu melawan keinginan hati yang selalu berteriak menuntut untuk selalu diperhatikan dan dimanja.

Kasian logika, yang kali ini sedang menuju masa kegelapannya, karena ia tidak dipekerjakan secara sempurna, kini lorong gelap mulai hadir dan menyertai langkahnya, kasian logika karena kali ini ia tidak mampu bekerja optimal karena selalu kalah untuk bersaing dengan hati yang selalu mendahuluinya, kenapa??

Sampai kapan hati?? Sampai kapan engkau akan mencoba menyingkirkan fungsi logika yang sebenarnya sangat kubutuhkan untuk selalu bersanding denganmu, memenuhi kewajiban kalian berdua agar jalan yang aku lalui seimbang. Kenapa kalian selalu berselisih?? Apa salahku sehingga kalian tidak mau berdamai?

Hati, saat ini aku benar-benar tidak bisa membiarkanmu lagi, aku tidak bisa membiarkanmu mengombang-ambingkan logikaku, karena aku memerlukan kalian berdua untuk bekerjasama dengan kompak, agar segala tujuan dapat tercapai sesuai keinginan dan cita-cita kita. Sudahlah, tidak ada gunanya lagi kita terus-terusan berdiskusi untuk hal-hal yang tidak penting, saatnya kamu instirahat hati. Aku tau kamu kelelahan, aku tau kamu sedang tidak bisa berlaku sempurna sesuai keinginanku. Aku tau banyak hal yang sudah membuatmu semakin lemah dan semakin kehilangan arah. Ku akui hati, kadang aku lupa memberimu vitamin, sehingga engkau kelihatan kurang ceria, kadang aku memberimu berlebih, sehingga itupun membuatmu bertanya-tanya kenapa aku tidak bisa commit untuk memberi takaran yang sesuai dengan apa yang engkau butuhkan. Entahlah hati, aku benar-benar minta maaf untuk semuanya, minta maaf atas lalaiku dalam memberi nutrisi yang sebenarnya sangat engkau butuhkan.

Tapi, please mulai hari ini dan hari-hari berikutnya, jangan ngulah lagi yach!! Berdamailah.. berdamailah dengan logika, agar kalian berdua mampu membuatku berdiri dan berjalan seimbang, agar segala fungsi yang ada di diri ini akan bekerja sempurna jika kalian berdua mau bekerjasama, dan tidak ada yang saling mendahului lagi. Agar semua yang kita jalani akan terlaksana sesuai rencana.

Hati, tidak perlu lagi memikirkan hal-hal yang tidak berguna, hakikat hidup kita adalah kesendirian, maka berusahalah untuk menikmati dan menjalani semuanya sendiri, segala halang dan rintangan yang ada dihadapan kita, kita coba hadapi bersama yach! Kita tidak perlu melibatkan siapa-siapa untuk mencapai segala yang kita inginkan.

Hati, biarlah dialog ini berakhir disini, kali ini aku mohon dengan sangat untuk pengertianmu, berhentilah memikirkan hal-hal yang ada diluar sana, karena saat ini kita punya tugas berat yang mesti segera kita kerjakan dan kita selesaikan. Tidak perlu lagi memikirkan hal-hal yang ada diluar sana, karena mereka hanya akan membuat jalan kita menjadi tertunda.

Hati, penghormatan diri sendiri akan berimbas pada penghormatan terhadap orang sekitar dan lingkungan kita, maka dari sekarang hormatlah dan hargailah dirimu sendiri, hargailah teman seperjalananmu, yaitu logika, karena kamu tidak akan mampu berjalan tanpa dia , berdamailah kalian berdua yach…

Kau datang menyejukkan diriku, menikam hatiku, detak jantungku, sesungguhnya ku tak inginkan dirimu, di tempat ini. dipelupuk hatiku melupakanmu, dipusara jiwaku pernah ku memiliki kisah tersembunyi dalam hidupku.
Mengapa kau harus datang disini, malam ini, tak bisa aku hindari
Maafkan bila kumenafikkanmu, bukan saatnya dan bukan waktunya (quote from Padi)

Gambar: Myspace.com

Read More......

1/5/09

Cerita tentang Awan

Tuhan, terima kasih atas jawaban doa yang kupanjatkan di akhir sujud malamku, Tuhan terima kasih untuk telinga yang selalu Engkau sediakan untuk mendengarkan rintihan, kesedihan dan pintaku. Lagi-lagi aku begitu lemah dihadapanMU, aku begitu merasa kecil dan merasa belum cukup untuk berterima kasih untuk semua perhatian dan jawaban doa-doa yang Engkau berikan.

Tuhan, saat ini dia telah memaafkan aku, dan aku merasa itu lebih dari cukup Tuhan, Alhamdulillah untuk semua ketentuan yang Engkau berikan atasku.

Ya Allah aku yakin sepenuhnya jika Engkau akan memberikan yang terbaik buat hambamu, bukan yang terbaik dimataku, karena pandanganku bisa saja salah, sementara Engkau tidak pernah salah…

Kamu memang telah jauh wan, masih terdengar suara ketika kau ucapkan rindu walaupun dihatimu sudah tiada aku. Karena aku masih begitu merindumu, dan aku tak mampu merubahnya. Sesungguhnya kaulah yang aku inginkan tapi kita tidak bisa berjalan bersama, terlalu banyak pandangan yang berbeda, terlalu banyak sakit yang telah tercipta, namun rasa ini harus juga tenggelam di relung hati, dan aku tak mampu mengambilnya lagi dan meletakkannya ke permukaan, biar gelombang yang datang menghempasnya dan membawa namamu pergi ke laut luas. Lalu ku mencoba memohon pada angin, agar hembusannya yang kencang mampu membawa sebait nama itu dari hati ini, namun terang saja angin juga tak mampu melakukannya untukku. Ia sudah begitu melekat dan terukir indah di sana, di sisi hati yang seharusnya ku biarkan kosong, hingga akhirnya Tuhan mengirimkan nama yang benar-benar tepat untuk memiliki sebentuk hati itu. Lalu akupun berteriak pada awan, semoga gumpalannya yang berubah jadi hujan yang deras, akan mampu membuatnya basah dan membuat nama mu menjadi samar, yang pada akhirnya akan hilang pelan-pelan. Namun ternyata awanpun enggan melakukannya untukku. Karena terlalu dalam ku menyimpannnya, terlalu indah ku mengukirnya, terlalu nyaman ruang yang tersedia untuk sepenggal namamu itu wan, hingga ia tak mau berpindah sedikitpun dan meninggalkanku sendiri. Akhirnya aku hanya mampu membiarkannya disana, biarlah ku serahkan pada waktu, biarlah waktu yang mengatur ritme irama denyut nadi, yang mungkin akan membawanya pergi bersama ku dari dunia ini.

Dan malam ini wan, aku ingin sekali menuliskan sesuatu tentang mu, tapi lagi-lagi tanganku terasa kelu, lagi-lagi kerongkonganku terasa sakit, lagi-lagi tulisan-tulisan pada layar monitor jadi berbayang-bayang dan tak tampak jelas oleh pandanganku, karena lagi-lagi air mata ini tak bosan-bosannya untuk tumpah, mengalir begitu saja tanpa diminta, kala bayang masa lalu kita harus pula terlintas di benakku.

Tapi biarlah sisa malam ini, disela rasa kantuk yang sudah mulai mengganggu jelasnya pandanganku, ku paksakan diri untuk menumpahkan semua tentang mu dan tentang kita, karena aku sudah mulai lelah untuk semuanya, lelah menjalani hari-hari karena selalu diikuti bayangmu. Biarlah sekelebat bayang, segudang asa yang terbawa bersamamu, sebentuk kenangan, segala kepahitan di perjalanan kita, canda tawa yang selalu engkau lontarkan, janji-janji yang telah teringkari sebelum tiba waktunya untuk ditepati, sebesar-besarnya maaf yang sudah aku berikan, kuurai menjadi bait-bait kata disini, semoga tidak akan bersisa lagi di rongga dada dan di ruang memori yang akan lebih pantas untuk ketempatkan sesuatu, yang berguna di sisa hari-hari yang masih disediakan olehNYA untukku.

Awan, perjalanan antara kita memang sangat singkat dan penuh dengan bahagia dan air mata. Dan kita juga telah berpisah sejak 1 tahun lamanya. Namun semuanya masih tergambar dengan jelas di benak ini, izinkanlah malam ini ku buang semuanya wan, karena aku fikir tidak ada gunanya lagi ia tinggal bersamaku, karena semuanya hanya akan membuat langkahku semakin berat untuk ku ayunkan, karena semuanya hanya membuat waktuku terbuang, yang seharusnya kumanfaatkan untuk memikirkan yang lain, dan karena semuanya seharusnya memang telahpun hilang, dan terkubur bersama pahit dan manisnya hari yang kita jalani, dan kini semuanya sudah menjadi history dari sebuah perjalanan yang kita jalani, kau dan aku.

Awan, semuanya masih bisa ku urai dengan kata, rentang waktu yang sudah kita jalani bersama. Teringat pertama sekali Allah mempertemukan kita, di sebuah toko sederhana, ketika benda kesayanganku mengalami sedikit gangguan, dan aku tak mampu mengatasinya, dan akupun harus datang ke toko itu, toko yang menjadi tempat kita bertemu untuk kali pertama. Kala itu ketika aku sedang berbicara dengan salah seorang customer services di sana, rupanya ada sepasang mata yang memperhatikanku dengan begitu seksama, hingga temanku tanpa sadar mengatakan tepat dihadapanmu. Tuch cowok lagi liatin kamu dari tadi… Yach bagiku itu biasa, aku tidak menggubris obrolan teman yang mengatakan kalau kamu sedang memperhatikan aku. Hingga akupun berlalu dari toko itu. Tiga hari berikutnya ketika si benda kesayangan telah sembuh, akupun harus menjemputnya lagi ke toko itu, hari itu aku tidak menemukanmu disana.

Pulang kerumah, akupun mencoba mengoperasikan si benda kesayangan, namun ternyata tidak ada perubahan, dia masih saja sakit dan gak bisa bekerja sempurna untuk menolongku dalam menyelesaikan pekerjaan. Hingga kuputuskan untuk kembali ke toko itu, dan setibanya disana Allah mempertemukan kita, karena rupanya hanya ada kamu di toko itu wan, dan mau tidak mau aku harus menyampaikan keluhan si benda kesayangan kepadamu. Dan hari itu aku tau kalau kamu adalah salah satu karyawan disana. Dan kamu bilang, tinggalin aja nomornya ntar klau udah selesai biar aku telephone, biar gak bolak-balik kemari, katamu. Dan akupun menyetujuinya. Keesokan harinya ketika ada sebuah program yang harus ditambahkan di benda kesayangan tersebut, aku mencoba mengirimkan pesan, dan engkau menjawab pesanku dengan sebait kalimat “Affirmative with I can” ditutup dengan sebuah icon senyuman disana. Entah kenapa kala itu aku tersenyum ketika membaca pesan itu. Namun itu hanya sementara, selanjutnya akupun terlupa dan kembali diingatkan oleh segudang pekerjaan yang harus aku selesaikan pada hari itu.

Keesokan harinya, aku menerima telephone kamu yang mengatakan kalau si benda kesayangan sudah sembuh dari sakitnya, dan kamu bisa menjemputnya sepulang dari kerja, katamu. Dan akupun mengucapkan terima kasih di akhir pembicaraan kita hari itu. Dan sore itu ketika pulang dari kerja, aku mencoba mencari seorang teman yang bisa menemaniku untuk menjemput si benda kesayangan, namun pada hari itu tidak ada seorangpun yang sedang ada di rumah, mau tidak mau aku harus pergi sendiri untuk menjemput si benda kesayangan dari toko itu. Dan sesampainya disana ketika aku ingin membawa pulang si benda kesayangan, terang saja aku tidak bisa membawanya pulang sendiri, dan engkaupun menawarkan diri untuk membantuku membawanya pulang. Dan diakhir pertemuan aku berucap terima kasih atas bantuan kamu. Itulah kali pertama pertemuan kita dipertengahan dua tahun yang lalu.

Hari-hari berikutnya berjalan seperti biasa, dan engkau sudah mulai berani menyapa di kala pagi ataupun senja, dan satu masa, ketika aku berjalan bersama teman-temanku, engkau sempat menyapa lewat pesan singkat yang menanyakan aku hendak kemana, kujawab seadanya kalau aku akan menghabiskan senja di sebuah kafe bersama teman-temanku, menikmati udara sore sambil menghilangkan kepenatan setelah seharian bekerja. Dan akan pulang setelah ibadah magrib dan makan malam bersama, kala itu engkaupun mulai berani berucap canda, duch makan gak ngajak-ngajak ya, katamu. Dan aku tanggapi juga dengan keramahan ku seperti biasa aku lakukan pada orang baru yang aku temui. Iya, boleh nanti kapan-kapan kalau kita punya waktu. Ungkapku diakhir rentetan pesan singkat di senja itu.

Ternyata pesan itu bukan hanya isapan jempol semata, dua hari setelahnya tiba-tiba aku menerima pesan singkat dari kamu yang menanyakan kapan aku punya waktu luang untuk bisa bertemu dan menikmati sore, sebagaimana kebiasaan orang-orang di kota kita dalam mengisi penghujung hari setelah selesai dari pekerjaan. Dan akupun menyambut dengan hangat, kalau dalam minggu ini aku punya waktu setelah ashar dan sampai tibanya waktu magrib, kita bisa manfaatkan waktu tersebut buat ngobrol bersama sekedar mengetahui sedikit latar belakang tentang kita.

Itulah kali pertama aku dijemput lelaki setelah sekian tahun aku berada di kota ini, dengan perasaan bercampur aduk, merasa bersalah, berdosa pada pandangan yang telah aku jalani selama sekian tahun, perasaan senang dan semuanya seolah saling berebutan menuntut untuk diprioritaskan. Sore engkau membawaku ke sebuah persinggahan anak muda yang masih terletak dibilangan kota banda. Kita sempat berbicara panjang lebar, sedikit tidak menyangka kita bisa dekat secepat itu, seolah tidak ada rasa sungkan diantara kita, kita dekat tepat di pertemuan pertama, dan hari itu kita banyak bercerita tentang diri sendiri dan latar balakang kita. Dan akupun tahu kalau kamu bukan hanya seorang karyawan di sebuah toko sederhana di jalan menuju rumahku, tetapi juga masih berstatus mahasiswa tingkat akhir yang juga masih satu universitas denganku.

Menariknya ternyata kita masih satu angkatan, hanya saja aku sudah duluan menyelesaikan kuliahku sejak hampir dua tahun yang lalu. Engkau menjadi tertunda karena sempat tidak aktif selama beberapa saat karena bekerja. Begitu katamu. Dan diakhir hari itu, entah kenapa aku menemukan kekhawatiran dimatamu, kekhawatiran kalau aku akan meninggalkanmu sebelum engkau sempat mengenalku lebih jauh, kala itu aku juga sempat heran, padahal kita hanya berniat saling ngobrol sore itu, tapi entah kenapa seperti ada suatu ketertarikan diantara kita hingga bias itupun jelas terlihat dimatamu ketika kamu akan mengantarku pulang.

Begitulah kali pertama, dan seterusnya kita jadi sering komunikasi lewat pesan singkat dan telephone, tidak jarang juga bertemu menghabiskan sisa senja dan menyambut datangnya malam di berbagai tempat yang berbeda. Kita juga sering menghabiskan hari libur bersama, menyaksikan derai ombak, desiran angin pantai yang terdengar di helai daun cemara, menyaksikan canda tawa orang-orang yang kebetulan berada disekitar kita. Semua itu masih terekam dengan jelas di benak ini wan. Kala kita memulai bercerita, merancang hari depan, tentang apa yang akan kita lakukan, saling menguatkan jika salah satu dari kita sedang lemah, lelah, atau berduka. Saling mengingatkan ketika kita goyah, dan sedikit depresi dengan situasi yang kita hadapi dan peran yang kita lakoni setiap hari.

Berbagi sama rata, bercerita seadanya, saling mengenal satu sama lain lewat gerak, tingkah dan ucapan, bahkan tidak jarang kita berselisih tentang hal-hal kecil yang membuat kedekatan kita semakin erat dan seperti tidak akan terpisahkan. Semua tempat seakan menjadi saksi kedekatan kita kala itu, akupun tidak sunkan lagi berjalan beriringan bersamamu. Padahal keadaan ini benar-benar baru buat ku, sudah lama sekali aku tidak pernah membayangkan lagi bakal berjalan beriringan dengan orang yang kusebut sebagai pengisi hati. kamu begitu menghormati aku wan, kamu begitu menjaga aku, engkaupun tidak pernah perduli dengan masa lalu aku sepahit dan sehitam apapun itu, mungkin itulah sebabnya secara berlahan tapi pasti aku mulai menyukaimu, diantara sadar dan tidakku, yang sebelumnya kehadiranmu hanya kuniatkan sebatas teman biasa, hingga pada endingnya akupun begitu merasa kehilangan ketika kita harus mengakhiri semuanya.

Wan perjalanan waktu serasa kian cepat, tidak terasa kebersamaan kita sudah hampir setengah tahun lamanya, semuanya terasa menyenangkan, namun tidak jarang juga berubah menjadi menyakitkan bagimu karena egoku yang terkadang membuatmu terheran dan kelelahan menyikapinya. Kala itu mungkin engkau berfikir kalau aku hanya menjadikanmu sebagai pengisi waktu senggang, karena aku tidak pernah memperlihatkan kalau aku benar-benar sayang padamu dari sikap dan caraku menghadapimu. Entahlah wan, kala itu aku berprinsip kalau aku tidak mau bermanis-manis dengan siapapun yang menginginkanku, termasuk kamu. Karena aku hanya takut kalau semuanya tidak akan engkau dapati ketika kita sudah saling memiliki, atau karena aku masih menyisakan rasa sakit, yang disebabkan oleh kehadiran seseorang yang sempat singgah beberapa saat dihidupku, namun kebersamaan kami tidak bisa dilanjutkan karena terlalu banyak yang harus dipertimbangkan, kami hanya punya rasa dan pengertian selebihnya tidak ada yang bisa dijadikan pegangan untuk jalan bersama menjalani sisa hari yang dianugrahkan oleh Tuhan.

Wan, engkau hadir dikala aku sedang galau, galau oleh rasa yang tumbuh tanpa aku sadari kepada seseorang yang telah banyak becerita tentang kisah dan beban hidup yang ia jalani. Kala itu aku sempat menjadi temannya, mungkin terlalu banyak kepahitan yang terlanjur diperdengarkan padaku, dan juga sikapnya dalam menghadapi siapaun yang teramat manis dan tidak pernah kutemui sebelumnya, membuat rasaku tumbuh begitu besar terhadapnya, padahal itu terlarang karena perbedaan keyakinan yang pandangan membuat kami tidak mungkin mewujudkan rasa itu menjadi sebuah kebersamaan, hingga kamipun harus saling menyakiti agar bisa saling melupakan satu sama lain.

Namun sikapnya yang terlalu manis dalam memperlakukanku, membuatku menempatkan namanya diurutan teratas dari orang-orang yang pernah kutemui. Dan begitu sulit aku mencoba untuk melupakannya saat itu, aku begitu kehilangan, namun juga tidak bisa berbuat apa-apa, karena kami berpisah karena ketidakmungkinan untuk jalan beriringan.

Disaat itulah wan, engkau hadir menawarkan seteguk air ditengah dahagaku. Kamu seperti kerlip bintang di tengah rintik hujan, menghapus derai air mataku yang tumpah hampir setiap malam, mencoba menawarkan perhatian kala aku benar-benar ingin sendiri dan tidak menginginkan kehadiran siapapun di perjalanan hidup ku berikutnya. Namun caramu yang teramat halus, dan bersahaja membuatku tak kuasa menolak setiap uluran perhatian yang engkau tawarkan. Hingga tanpa disadari aku mulai kehilangan jika sehari saja engkau tidak menyapaku. Menawarkan seulas senyum ditengah pedih yang sedang melanda kehidupanku, hingga saat itu aku hanya terdiam dan tidak pernah menanggapimu dengan rasa yang aku punya.

Wan, maaf aku tidak punya rasa itu, aku hanya ingin menganggapmu sebagai teman, namun aku juga tidak akan menolak kemungkinan jika engkau mampu membuatku menumbuhkan rasa itu di hatiku, engkau berhak atas itu wan, karena akupun sudah mulai lelah dengan perjalanan ini, akupun sudah ingin membuat orang-orang terdekatku tidak khawatir lagi, tidak bertanya-tanya lagi bahwa sebenarnya apa mauku? kenapa aku tidak pernah bisa menerima kehadiran pribadi-pribadi yang memilihku untuk berjalan bersama mereka, yang datang silih berganti, maka dari itu, aku beri kamu kesempatan untuk menumbuhkan rasa itu, dan jika engkau berhasil engkau berhak pula untuk memilikinya, tidak usah khawatir, mataku tidak gampang melihat keindahan dari tempat yang lain, berusahalah jika kamu memang menginginkanku. Itulah jawaban atas pengutaraan isi hati di satu hari kala engkau meminta kesediaanku menjadi seseorang yang akan menempati tempat spesial di hatimu. Engkau mencoba menyetujuinya, meski engkau tampak begitu bingung dan berharap kalau jawaban yang engkau terima tidaklah demikian. Namun, engkau mencoba menerima semua itu dengan lapang dada.

Begitulah hari-hari berikutnya, engkau tampak begitu setia menemani hari-hariku, disela kesibukan kita masing-masing yang membuat kemungkinan untuk komunikasi langsung terkadang sering menjadi kendala. Namun, usahamu untuk selalu menyempatkan diri, buat hanya sekedar menemani menghabiskan jam makan siang sebelum akhirnya kita harus kembali ke pekerjaan masing-masing, benar-benar suatu pengorbanan yang sengaja engkau lakukan untukku, sayang aku baru menyadarinya sekarang.

Hari-hari berjalan, semakin hari semakin jelas kalau kita memiliki perbedaan yang tidak mungkin diterima oleh pribadi kita masing-masing. Hingga tidak jarang kita berselisih dan saling diam, itulah awal dari semuanya. engkau mulai pesimis dengan usahamu untuk menaklukkan hatiku. Aku tidak pernah tampak benar-benar bisa menghargai usahamu itu, entahlah akupun tidak tahu kenapa, aku benar-benar egois ke kamu waktu itu. Ditengah kebekuan hubungan kita diakibatkan oleh ego ku dan perbedaan pandangan antara kita, ujian lainpun datang, satu-satunya wanita yang pernah mengisi hari-harimu, dan telah meninggalkanmu 5 tahun lalu, tiba-tiba saja hadir kembali. Engkau mengira kalau ia benar-benar sudah tiada, ia sudah berlalu dibawa gelombang bersama hancurnya hatimu yang telah diciptanya. Hingga engkaupun mencoba mengobatinya hampir 5 tahun lamanya. Begitu katamu waktu itu, di penghujung hari disela desiran angin yang berhembus di helai daun-daun cemara, sebuah pantai untuk terakhir kalinya kita kunjungi bersama. Menikmati santapan khas kota kita, menghirup hembusan angin yang lembut, dan bercerita panjang lebar tentang masa lalumu dan hari depan kita. Kenapa, kok hari ini kamu cerita tentang dia wan?? Apa memang kamu tidak bisa melupakannya, dan ingin kembali padanya? Kataku, kamupun membalas pertanyaanku dengan nada yang meninggi, ngapain sich nanyain pertanyaan yang begituan? Gak, kalau memang kamu mau kembali ke dia, kembalilah, aku tidak bisa menahanmu bersamaku, padahal engkau memikirkan orang lain, kataku lagi. Dan engkaupun hanya menimpali kalau sekarang kita melakukan perencanaan untuk mendekatkan sanak kerabat kita, berhubung karena perjalanan yang kita jalani sudah saatnya untuk maju ke tahapan berikutnya, katamu.

Begitulah, kita menghabiskan hari, dan berbicara panjang lebar sambil sekali-sekali tergelak dan tersenyum bahagia atas tingkah orang yang berada di sekeliling kita, pada saat itu, aku begitu merasa terlindungi berada di dekatmu, karena ketika melihat sekliling kita, tidak ada satupun orang yang bersikap sepertimu dan begitu menghormati aku sebagai perempuan. Engkau benar-benar laki-laki terhormat, ungkapku dalam hati.

Begitulah seterusnya, hubungan kita semakin dekat saja, hingga peristiwa itupun datang diperjalanan kita, seminggu setelah pertemuan kita terakhir aku mendapatimu dingin, menjemputku ke kantor hanya dengan sebuah sapaan, maaf abang telat jemputnya, engkau diam sepanjang jalan, tidak seperti biasanya engkau berkicau sepanjang perjalananan, meski terkadang aku bosan mendengar ocehanmu.
Hari itu engkau benar-benar beda wan, hatiku bertanya-tanya apa sebenarnya yang membuatmu demikian diam sepanjang perjalanan yang kita tempuh menuju rumahku yang menghabiskan waktu hampir 20 menit lamanya. Aku bertanya engkau hanya menimpali, kalau kamu baik-baik saja.

Hari-hari berikutnya, tampak semuanya berubah, aku mulai jarang mendapati deringan handphone atas panggilanmu, aku mulai jarang menerima pesan atas pertanyaan-pertanyaan seputar keseharianku, aku mulai jarang diingatkan untuk segera tidur kala malam, aku mulai jarang dibangunkan kala pagi,
dan jangan lupa sarapan, mengingatkanku untuk berdoa agar Allah selalu memberi kita kekuatan untuk menjalani hari-hari yang tidak selamanya berjalan sesuai keinginan, aku mulai jarang diingatkan jangan terlalu lelah bekerja dan seterusnya. Aku mulai bertanya-tanya ada apa gerangan yang sedang menimpamu, aku mulai mencoba bertanya pada diri sendiri, apakah ada salah yang telah aku lakukan sehingga engkau mendiamkanku. Akhirnya akupun tidak tahan dengan kondisi ini dan mencoba mendesakmu apa yang telah berlaku dengan kita, kenapa engkau mendiamkanku?? Dan engkau mencoba menyembunyikannya kalau tidak ada apa-apa diantara kita, semuanya baik-baik saja katamu.

Begitulah seterusnya, hingga perselisihan antara kita juga tidak terhindarkan, karena engkau mengatakan kalau kita harus mengakhiri perjalanan kebersamaan kita, karena engkau ingin kembali, kembali ke perempuan yang telah membawa separuh hatimu, aku terdiam, marah, kecewa dan tak tau lagi berkata apa. Engkau benar-benar telah membuatku terluka wan, hingga akupun berniat tidak pernah kenal kamu lagi, dan berharap kalau aku bisa melupakannmu buat selama-lamanya. Malam itu aku berjalan meninggalkanmu di tempat pertemuan kita untuk kali terakhir aku berlari dengan deraian air mata yang membuat pandanganku mengabur, mengemudikan kendaraan dengan tujuan yang tak bisa kupastikan, malam itu aku pulang dengan segudang kekecewaan atas apa yang telah engkau perbuat terhadapku.

Kenapa, engkau datang hanya untuk membuatku sakit, terjatuh dan terkulai tak berdaya, engkau datang sebagai penyempurna atas serentetan kekecewaan yang telah diperbuat oleh pribadi-pribadi yang pernah hadir dikehidupanku, Iya wan, engkau telah membuat sakit itu sempurna kini, akupun tidak berniat lagi buat menyembuhkannya, akupun tidak berniat lagi untuk menemukan keindahan dari sorot-sorot mata yang berbeda, kali ini aku benar-benar terkulai tak berdaya, terima kasih engkau hadir disaat yang tepat wan, namun bukan sebagai obat, tetapi sebagai pelengkap kehancuran hatiku yang yang sudah rapuh dan rentan dengan segala bahaya.

Aku tidak pernah menyesal untuk waktu dan perhatian yang kuberikan, namun yang aku sesalkan kenapa engkau berani berjanji sedemikian rupa, namun engkau mampu mengingkarinya dalam waktu sehari?? Entahlah, aku tidak tahu terbuat dari apakah hatimu wan?? Engkau benar-benar membuatku kecewa dan patah arang, namun inilah kenyataan, mau tidak mau aku memang harus terima itu.

Itulah ungkapan ku malam itu, begitulah seterusnya hingga akupun disibukkan dengan aktivitas lain, niatku untuk meninggalkan kota ini benar-benar sudah bulat, mungkin inilah salah satu hikmah yang kudapat dari keretakan hubungan kita wan, aku benar-benar bersemangat buat menjalani semuanya, aku benar-benar ingin segera meninggalkan semuanya, meninggalkan setiap kenangan pahit yang kutemui dari pribadi-pribadi yang terlanjut kutemui di kota ini, dan mencari kehidupan yang lebih indah di tempat yang berbeda.

Hari-hari berjalan, ternyata aku tidak bisa membenci kamu wan, Allah benar-benar tidak memberiku rasa itu, aku benar-benar tidak pernah bisa membenci setiap pribadi yang telah membuatku kecewa dan sedih, aku tetap bersyukur wan, atas ketulusan yang pernah engkau curahkan meskipun itu palsu, biarlah itu hanya kamu yang tahu, namun dimataku tetap saja itu adalah buah ketulusan yang sudah sepantasnya aku hargai.

Hari-hari pertama, berada dinegeri orang, ingatan tentang kampung halaman dan kota yang telah mendewasakanku benar-benar tidak terelakkan wan, dan hari itu suatu pagi, aku mencoba mengirimkan pesan buat sekedar nanyain kabar dan meminta maaf, tak disangka-sangka wan, lagi-lagi engkau menyalahkan aku atas apa yang berlaku dengan hubungan kita, kemanakah hatimu wan?? Engkau telah membuatku terluka, namun engkau tidak pernah menyadari itu, engkau malah menyalahkan aku atas semuanya.

Akhirnya, aku berusaha menghapus semuanya tentangmu wan, aku tidak pantas menghargai kamu atas apapun juga fikirku, bahkan aku tidak berhak untuk menyimpan segala kenangan masa lalu kita, karena itu semua hanya akan membuatku terlarut dalam duka dan kekecewaan terhadapmu. Begitulah wan, aku berusaha menyembuhkan semuanya sendiri, mencoba mengambil hikmah atas semua yang berlaku, tapi engkau benar-benar telah meruntuhkan semua mimpiku tentang keindahan atas pribadi-pribadi yang hadir di waktu berikutnya, aku mulai ketakutan kalau-kalau mereka tidak jauh beda sepertimu, hanya berniat, mengumbar janji dan kemudian menyakiti, sempurnalah sudah wan, sempurnalah luka yang engkau perbuat diperjalananku.

Meskipun demikian, aku tidak pernah benar-benar berhasil melupakan dan membencimu, lagi-lagi logikaku tidak bisa ku ajak kompromi dengan hati, namun jauh sebelum hari ini aku sudah benar-benar memaafkanmu wan, semoga satu saat aku akan tersenyum mendengar kabarmu kalau engkau sudah bahagia dengan jalan yang engkau pilih, semoga….


Tidak Tuhan, cukup sudah waktu setahun aku sisakan buat dia, kini saatnya hamba benahi semua, benahi hati, benahi sikap, cara pandang, dan semua planning yang sempat menyimpang beberapa derajat ke posisi yang tidak diinginkan. Tuntunlah hamba selalu….

Read More......