Dialog Hati, Dialog dengan Fikiran Sendiri, Muncul dari Berbagai Kondisi, tidak Selamanya Ia Nyata, tidak juga hanya Fiktif Belaka

6/19/09

Sampah Hati

Jika aku katakan aku tak bisa hidup tanpamu, itu artinya aku berbohong, karena sampai saat ini, aku masih butuh udara untuk ku bernafas, ku masih butuh air sebagai stok air mata buat ku menangisi kepergianmu, aku masih menggunakan kedua kakiku untuk membawa tubuh lemahku menghampiri setiap sisi hidup, berlari semakin jauh dari manis pahit masa lalu, aku masih butuh kedua tangan untuk menopang kesepuluh jemariku buat menuliskan sampah hati yang kerap tidak terbendung, dan memaksa untuk segera aku tumpahkan, aku masih butuh kedua mataku untuk menatap setiap lembar usang, kisah indah yang kini tercabik menjadi bayang-bayang yang menakutkan dan selalu membuatku terkulai tak berdaya, bahkan untuk mengeluarkan sepatah katapun aku jadi gagu karenanya.

Jika aku katakan kalau aku tidak bisa hidup tanpamu, itu artinya aku dusta, dusta pada karunia Tuhan yang sampai saat ini masih saja kunikmati, karena sampai hari ini Tuhan masih memberiku keleluasaan untuk menghirup udara-Nya, mengkonsumsi setiap kenikmatan dan kelezatan yang sempurna dari makanan yang dicipta-Nya. Bahkan aku masih juga mampu tersenyum walau hati terasa terkoyak dan kekuatanku terasa luluh lantak oleh badai yang engkau tawarkan dalam perjalanan di sela rasa lelahku.

Jika aku katakan kalau aku tak mampu berjalan tanpamu, itu artinya aku berbohong, karena kedua kaki ini masih utuh dan sempurna untuk aku pergunakan kemana saja aku mau, dengan gaya berjalan pelan bahkan berlari sekalipun aku masih sanggup untuk melakukannya, aku masih kerap menelusuri hiruk pikuk keramaian kota kecil ini, sendiri bahkan bersama orang-orang disekitarku. Masih saja mencoba mendaki pegunungan-pegunungan kecil, menuruni lembah-lembah indah di tempat persembunyianku, agar tidak ada yang melihat kalau aku kerap terisak sendiri disini.

Tidak, tidak demikian, aku masih bisa bernafas tanpamu, aku masih bisa tertawa, tersenyum bersenda, menuai kata menjadi ungkapan-ungkapan yang bermakna, menjalankan setiap amanah yang telah diembankan dipundakku.

Hanya saja, aku kehilangan sekarang, aku kehilangan seluruh penyangga semagatku yang dulu aku serahkan ke kamu untuk melakukannya. Aku kehilangan seluruh motivasiku untuk bisa bekerja sempurna seperti dulu, aku kehilangan ketegaran dan kedewasaanku dalam menyikapi hidup, dan parahnya lagi aku kehilangan pandangan positifku terhadap setiap pribadi yang kutemui setelahmu, aku selalu beranggapan kalau mereka sama saja, mereka datang menawarkan kesejukan sesaat, membuatku tergelak sesaat, lalu kemudian disaat aku sedang menikmati itu semua, mereka akan menjadi bencana dalam hidupku yang meruntuhkan seluruh kebanggaanku kepada indahnya hari, betapa bermaknanya waktu, dan nikmatnya menuai mimpi.

Itulah kondisiku jika kamu mau tau, dan jika kamu memang masih mau perduli. Tidak aku paksakan untuk kamu perduli, hanya saja, aku terkadang tidak punya siapa-siapa untuk bicara seleluasa aku bicara padamu dulu, itulah yang aku rasakan saat ini, kini aku hanya punya ruang ini untuk menumpahkan sampah hati yang tidak ada habis-habisnya.

No comments: