Dialog Hati, Dialog dengan Fikiran Sendiri, Muncul dari Berbagai Kondisi, tidak Selamanya Ia Nyata, tidak juga hanya Fiktif Belaka

6/1/09

Tiba-tiba Begitu Merindu

Tidak perduli malam, senja, terik, pagi.. ingin itu dia sering muncul tiba-tiba, mendesakku untuk segera memanggilmu.
hasrat itu tiba-tiba begitu menggelora, memaksaku untuk segera menyampaikan padamu, bahwa kerinduan itu tidak akan pernah bertepi, bahwa sayang itu telah menggoyahkan seluruh imajinasi ku tentang ragam bentuk keindahan yang bisa kusaksikan kapan dan dimana saja.

Beginilah, aku selalu dicoba, digoda dan dilemahkan oleh rasa itu, hingga tak jarang aku terpaku, terdiam memandang lekat-lekat seulas senyum yang kudapat dari sisa-sisa gambar sejarah perjalanan kita yang sempat kuabadikan. Mengenang sesaat, lalu terdiam, tidak jarang aku bergumam dalam hati, mendesah, menarik nafas, hingga tanpa kusadari tenggorokan ini sering terasa sakit, dan ketika itu air matapun datang menghampiri, menemani malam-malam panjang, hari-hari yang melelahkan, diam yang membosankan dan senja yang tidak lagi mampu ku nikmati biasnya..

Begitu juga malam ini, padahal esok akan menjadi sebuah hari bersejarah dalam perjalananku, padahal esok aku harus benar-benar bersiap diri untuk menghadapi satu ujian lagi yang memang harus kuhadapi, tapi entah kenapa kerinduanku mengalahkan rasa gugup yang biasanya dulu selalu hadir kala aku akan berhadapan dengan sebuah pekerjaan besar seperti ini, rasa ini telah mengalahkan segalanya.

Ia mampu mengalahkan kepekaanku, ia mampu mengoyak-ngoyak semangat dan kebanggaanku, ia mampu membuatku terdiam tak berdaya dalam kebingungan yang panjang.

kini aku benar-benar tak mampu tergelak sempurna dalam urai canda diantara sahabat-sahabatku, aku lebih banyak terdiam dan lagi-lagi, rasa itu datang..

Tiba-tiba aku begitu merindumu hingga ingin rasanya ku gapai dirimu dari bayang-bayang yang kini sudah menjadi masa lalu, lalu akan ku ajak kau bercakap-cakap. Pernah juga aku berniat akan mendiamkanmu sepanjang waktu tanpa harus kupertanyakan lagi kenapa semua ini kau perbuat padaku, tetapi aku tidak akan mengizinkanmu beranjak dari hadapanku walau sedetik.

La kita memang bersahabat, tapi aku meletakkan seluruh kekuatan dan semua yang aku punya untuk persahabatan kita itu. Dan kenyataan telah membuat persahabatan kita terkotori. Bukan salah siapa-siapa, bukan salah kamu dan juga bukan salahku. Hanya saja keadaan tidak lagi berpihak sesuai keinginan kita, inginku juga inginmu.

Dan juga karena rasa yang terlalu besar yang kita punya, rasa yang ada padaku membuatku tidak sanggup jika saja aku harus kehilangan kamu. Dan rasa yang ada padamu yang terlalu besar juga memaksa kamu untuk tidak pernah berterus terang ke aku, tentang siapa kamu sebenarnya. Hanya karena kamu juga begitu takut kehilangan aku.


La dulu ketika aku masih kuat, berulangkali aku berniat meninggalkan kamu, karena melihat sikap dan perlakuan kamu yang teramat dingin. Akan tetapi kamu selalu mampu membuatku mengurungkan niat itu. Bahkan tidak jarang kamu terisak dan menangis ketika aku akan pergi meninggalkan kamu. Hingga timbullah anggapanku bahwa kamu juga memberi rasa sebanyak rasa yang kucurahkan padamu.

Jadilah persahabatan kita terlihat begitu kokoh dan akupun meletakkan seluruh motivasi dan semangat ku menjalani hari disana, di perpaduan hati yang telah kita satukan. Di setiap ikrar janji yang sudah kita ungkapkan. aku bernafas,aku hidup, aku tersenyum, bahagia, lara dan kini menangis untuk itu la.


Aku rasa, kamupun demikian la, tidak lagi pernah tenang sejak badai menghampiri perjalanan kita. Tapi apa daya, kenyataan tetaplah kenyataan. Kita tidak punya kuasa untuk merubahnya, pun kita juga tidak cukup kuat untuk menolaknya.

Segala upaya kulakukan untuk mengembalikan persahabatan kita pada posisinya yang dulu kokoh, kuat dan indah dan utuh seperti sedia kala. Lagi-lagi aku gagal la.


Lalu akupun mencoba melakukan cara sebaliknya la, mendiamkan kamu dan menarik diri pelan-pelan dari apa yang kita jalani. Namun ungkapan kamu yang mengatakan kalau kamu akan merasa sedih, sepi bagai tidak punya siapa-siapa, menjadi kekuatan bagiku untuk terus bertahan dan memperbaiki lagi semuanya.

Dan ketika kita berniat untuk berbaikan dan kembali seperti sedia kala, akan tetapi aku tetap mendapatimu dingin dan sering mengabaikan aku. sehingga sampailah aku kekesimpulanku semula, kalau kamu sebenarnya tidak lagi membutuhkan keutuhan persahabata kita itu.

La, aku memang terlanjur meletakkan seluruh motivasiku untuk kamu, mengharap dan mendapatkan seluruh bahagiaku hanya dengan kamu. Namun sekarang semuanyapun telah berganti kelukaan bersama dengan hilangnya kamu dari hidup dan hari-hariku.

La, biarlah aku seperti ini, menangis setiap malam dan merintih menahan pilu karena kenyataan tidak lagi berpihak padaku. Tapi biarlah aku seperti ini, bagai burung yang patah sayap. Meronta pada malam agar aku terlelap disela isak tangisku. Mengadu pada Tuhan agar Ia mengembalikan semangat dan ceriaku. Namun entah kapan la, semua itu akan kembali lagi. Aku mulai pesimis kalau semua itu tidak akan pernah kembali la..

La, aku sayang kamu selamanya.. terlepas dari apa yang sudah kau perbuat, maafkan atas emosi dan amarahku, yang aku juga antara sadar dan tidak telah melakukannya.
Jika kamu mau kembali atas alasan bahagia kita, aku akan tetap berada disini menyambutmu dengan kedua belah tanganku. Tapi bahagia itu tidak hanya untuk ku la, tapi untukmu juga.

Jikapun kamu memutuskan untuk pergi buat selamanya, maka pergilah.. Jangan pernah merasa bersalah, lanjutkanlah hidup yang membahagiakan buat kamu. Letakkanlah setiap kenangan kita ditempat yang berbeda, agar ia tidak terkotori dengan apapun dan akan selalu tampak indah selamanya.

Kini tidak ada yang bisa kuperbuat selain pasrah pada kenyataan, biarlah waktu yang menentukan aku akan menjadi lebih baik atau sebaliknya. karena aku sudah lelah berdebat dengan fikiranku sendiri...Malam, 5 Mei 2009

No comments: