Dialog Hati, Dialog dengan Fikiran Sendiri, Muncul dari Berbagai Kondisi, tidak Selamanya Ia Nyata, tidak juga hanya Fiktif Belaka

5/8/09

Ceritaku dengan Ruang

Bertemu dengan dua orang yang berniat dekat, benar-benar membuatku tersentak, kaget dan jadi merenung sesaat, Tuhan ternyata Engkau memang maha adil, adil dalam memberikan setiap kadar rasa yang harus dinikmati oleh hambamu. Rasa bahagia, duka, kesenangan, kesedihan, sehat, sakit, dan yang lain. Engkau telah mengatur semuanya sedemikian sempurna Tuhan. Semakin, membuatku yakin dan tidak meragukan kuasaMu.


Sudah lama aku tenggelam dengan duniaku sendiri, dunia gelap, dunia kesedihan, dunia kekecewaan, dunia dukalara, dunia hampa, dunia yang hanya bisa kunikmati sendiri, dan kufikir hanya aku yang merasakannya. Aku tenggelam dengan diriku sendiri, tidak mau berbagi, tidak mau diusik, diganggu dan diinterogasi sama siapapun, termasuk orang terdekat, sahabat terhadap perkara yang berlaku di jalan hidup dan peran yang akhir2 ini harus ku jalankan Satu-satunya tempat yang ingin kubagi hanyalah kamu ruang, kamu yang selalu kusibukkan ketika aku hanya ingin bernafas, merenung, berbuat, berfikir dan melakukan segalanya sendiri di sini.

Lalu, akupun mencoba membuat batasan terhadap dunia luar dan hanya ingin berkomunikasi dengan diri sendiri, menumpahkan seluruh amarah, kebencian, kekecewaan, dan setiap ekpresi perasaan denganmu ruang. Aku mendiamkan mereka, aku tidak ingin berbagi dengan mereka, aku hanya ingin berbagi denganmu, dan aku hanya ingin berbagi dengan Tuhan atas apa yang terjadi dan berlaku denganku.

Aku terpaku terlalu lama, berdiam diri terlalu lama, merasa kalau duniaku sudah muram dan tidak mungkin akan bisa dibersihkan lagi, pandanganku terasa samar, dan tidak tampak lagi keindahan dari setiap objek yang kutatap, tidak ada damai dari setiap suara yang ku dengar tidak ada kenyamanan dari setiap gaya bicara yang terlanjur melintas ditelingaku dari siapapun, aku hanya ingin sendiri dan mencoba merenung disini sendiri. denganmu ruang. hanya denganmu.

Tuhan, kini genaplah sudah waktu 80 hari aku merasa terpaku dalam diam ku disini, merekapun mulai mempertanyakanku apakah aku masih ada atau sudahpun lenyap, menghilang bersama datangnya badai yang menimpaku di pertengahan 2 bulan yang lalu. Mohon maaf kawan, mohon maaf sahabat, mohon maaf wahai orang yang selalu kuhormati dan kubanggakan, mohon maaf buat sang pengisi hari sepi dan malam panjangku disela sibukku, disela senggangku, disela rasa malas yang kadang berlebihan, disela kantuk yang tidak pernah bertahan lama.

Mohon maaf, aku tidak bisa berada di tengah-tengah kalian dan tampak baik-baik saja, mohon maaf tidak bisa bercengkrama terlalu lama, karena aku takut kalian kehilangan senyumanku dan mencoba mempertanyakannya kenapa? bukannya aku tidak mau jawab, akan tetapi aku tidak mampu menjawabnya dan juga tidak tahu apa yang harus kujawab dan kujelaskan pada kalian, toh ini duniaku, ku rancang sendiri, kunikmati sendiri, kubangun sendiri, kupelihara sendiri, dan sekarang semuanya telah runtuh, dan haruskah kulibatkan kalian untuk memperbaiki dan menyesalinya. Aku rasa tidak perlu bukan??

Biarlah aku dan Tuhan, biarlah aku dan angin malam, biarlah aku dan senja temaram, dan biarlah aku dan ruang ini yang membahas dan menyelesaikan semuanya. kami bisa kok, karena Tuhan akan selalu setia untuk itu, Dia tidak akan pernah pergi, dia punya waktu 24 jam sehari untukku, Dia punya ruang tanpa batas, untuk menampung semua ceritaku, dia punya solusi apapun dari setiap masalahku. Sementara, jika ku bercerita pada kalian, belum tentu kalian mencoba memberi solusi, bisa jadi akan memanas-manasi, bisa jadi akan menyalahkan dan membuatku semakin berkecil hati dan terpuruk. Maaf, bukannya aku tidak mempercayai dan pesimis, tetapi begitulah kenyataannya.

Ruang, kini Tuhan menunjukkan hikmah lain di balik derita dan kecewa yang dalam ini. Ruang, aku memang merasa sepi jika setiap hari hanya bercengkrama denganmu, karenanya biarlah ketika aku tidak mampu menahan rasa, aku akan datang padamu, dan ketika aku tampak baik-baik saja aku akan mencoba bercengkrama dengan mereka yang lama ataupun yang baru kutemui, karena ku akui ruang, sepi ini benar-benar menggilakan.

Ruang, dua minggu terakhir kucoba bercengkrama dengan dua pribadi, keduanya nampak sempurna secara kasat mata. Aku ingin berteman dengan mereka, sekedar mengobati sepiku, sekedar membuatku terlupa akan masalah dan coba yang saat ini sedang hadir dan menimpaku. Aku mencoba memberi mereka seluas-luasnya tempat untuk berbagi denganku, tampak tegar dan sempurna dimata mereka, dan mencoba memberikan waktu meski sebenarnya aku tidak punya banyak waktu untuk itu. Namun entah, kenapa hal prioritas, tidak lagi menjadi prioritas sejak badai itu datang. aku benar-benar kehilangan konsentrasi dan galau hampir disetiap hari.

Karenanya ruang, aku mencoba berkelana, mencoba masuk ke dunia-dunia mereka, dunia orang-orang yang sempurna fikirku.

Ruang, Pertama kali bertemu dengan pribadi yang berpenampilan lumayan, sosok kharismatik, dengan latar pendidikan yang wah, berpenampilan menarik dan tergolong kepada sosok yang hanif, tetapi belum cocok jika ku sebut dia ikhwan. Seorang dosen muda, yang banyak digilai para mahasiswanya, lalu diapun mencoba mendekati kehidupanku ruang, kubiarkan dia dan kuberi ia kesempatan. Dalam waktu singkat kutahu bahwa, dugaanku tentangnya berbalik hampir 360 derajat. Ternyata dia tidak lebih hanyalah pribadi yang rapuh, yang penglihatannya lebih muram dariku ruang, semua yang tampak dimatanya hanyalah keburukan, semua pemikirannya hanyalah yang negative tentang orang lain, bahkan gaya bahasa biasa, tanpa intonasi dan istilah yang berlebihan tidak mampu difahami dan dicerna dengan baik. Lalu akupun bertanya ruang, atas apa yang telah merubahnya, lagi-lagi ruang hanya karena rasa kecewa, sudah menggelapkan matanya dan tidak bisa berfikir positive terhadap setiap pribadi yang ditemuinya.

Ruang, ternyata caraku benar, aku memutuskan hanya bercengkrama denganmu, karena aku takut, tidak mampu befikir positif, dan tidak bisa melihat keindahan kalimat-kalimat yang kudengar dari siapapun. Aku terluka, biarlah aku yang merasakannya sendiri, tidak perlu kubalas, kulontarkan dan kunampakkan kepada pribadi yang lain, yang tidak ada kaitan dengan masalahku itu.

Itulah yang telah dilakukan pribadi ini ruang, ketika dia rapuh, dia malah mencoba mencari kesempurnaan dari orang lain. Hingga tampaklah semua hal buruk tentangnya yang membuat kita jengah, dan kehilangan kekaguman terhadapnya. sayang sekali..
Untuk dia aku hanya berpesan ruang,

"Maafkan aku, kalau aku kehilngan simpati terhadapmu.. aku sudah memberi kesempatan, tetapi kau menyia-nyiakannya. Cobalah sembuhkan semuanya dulu, dan datangilah pribadi yang lain ketika kau benar-benar mampu me-manage diri dan mengatur hati. Jangan pernah mencari tempat pelarian dan perlindungan, karena sebaik-baik pelindung itu tidak ada di makhluk akan tetapi adanya di Tuhan"

Ruang, pribadi selanjutnya ku kenal dari seorang teman, aku hanya ingin mengenalnya dan mencoba bercengkrama seadanya, bercerita sama rata dan berbahagia seadanya, layaknya teman. Tetapi, dia juga sedang rapuh ternyata, Allah mengujinya dengan cara yang lain, ia sakit, dan sakit itu telah merenggut waktu dan kebahagiaanya selama hampir setahun terakhir.

Itulah ruang, hasil jelajahku ketika aku pergi meninggalkanmu dan merasa baik-baik saja, dan inilah cerita yang kubawa untukmu malam ini ruang. Dan pada endingnya aku ingin mengatakan padamu ruang, kalau Allah sedang menunjukkan hikmah demi hikmah dari masalah yang sudah dia takdirkan untuk kuemban dan kujalani dengan ikhlas dan lapang dada. Tuhan menunjukkan keadilannya dan seoalah berkata bahwa, bukan aku satu-satunya hamba yang dia beri coba, akan tetapi banyak hambanya yang lain yang kini juga sedang dirundung duka, terkena masalah, dikecewakan, direnggut kebahagiaannya, dan sudahpun kehilangan jati diri hanya karena coba yang mereka hadapi.

Lalu akupun hanya ingin berucap syukur pada Allah ruang, bahwa ternyata aku lebih kuat, aku lebih bijak menyikapi, dan aku lebih dibukakan mata untuk melihat jauh ke pribadi yang lain dan mencoba memberi waktu dan ruang buat mereka bercerita.

Ya Allah, terima kasih atas hikmah ini. Sudah saatnya hamba bangkit dan tidak terpuruk lagi, sudah saatnya hamba berbuat dan tidak diam lagi, sudah saatnya hati dan fikiran ini dialihkan dari rasa kecewa dan kesedihan, sudah saatnya aku bersemangat dan mencoba membenahi semuanya. Ya Allah beri hamba kekuatan dan tuntunlah langkah hamba setiap desahan nafas hamba. Amin..

No comments: