Dialog Hati, Dialog dengan Fikiran Sendiri, Muncul dari Berbagai Kondisi, tidak Selamanya Ia Nyata, tidak juga hanya Fiktif Belaka

11/14/08

Keabadian, Versi Sang Sahabat

,Permulaan malam ini, sang sahabat menyapa seperti biasa dengan gaya bahasa yang khas, deretan-deretan kalimat mulai bermunculan di jendela messenger yang biasa kugunakan sebagai media komunikasi online di dunia maya. Kami berbicara panjang lebar seperti biasa, akhir-akhir ini ada sesuatu yang membuat semangat untuk merubah status YM dari yang biasanya selalu dipasang icon Busy berganti menjadi available karenanya.. Entah kenapa aku selalu tetap betah berbicara dengannya. Dan aku selalu bisa menyempatkan berbagi cerita dengannya tentang segala hal, di sela kesibukanku melakukan setumpuk tugas kampus dan pekerjaan yang harus aku selesaikan setiap hari.

Hari ini kami berbicara, sambil menemaninya pulang, yach ia pulang malam ini ke kampungnya. Yang menghabiskan waktu sekitar 5 jam dari tempat tinggalnya sekarang. Sepertinya pembicaraan malam ini mengalir tanpa arah dari mulai sekedar bercerita tentang keseharian ku dan dia hari ini, hingga entah kenapa sampai aku menanyakannya apakah ia menyukai bunga.

Mungkin ketika aku berbicara dengannya aku sedang teringat tentang seseorang yang begitu menyukai mawar, hingga iapun tak mampu berpaling dari orang yang telah meninggalkannya karena ia sering dikirimi mawar. Hmm.. alasan seseorang untuk setiap tindakan dan jalan hidup yang dia pilih memang beragam, dan tugas kita hanyalah berusaha untuk selalu mendengarkan setiap cerita yang mengalir dari para sahabat dan orang-orang disekitar kita, dan juga menghargai setiap pilihan dan keputusan untuk jalan hidup yang mereka jalani, begitu kalau menurutku. Tiba-tiba aja aku menanyakan yang satu ini ke sahabat yang sedang berbicara denganku tadi. Kami memang belum lama dekat, aku mengenalnya setahun lalu, karena dia pernah menjadi salah seorang peserta di pelatihan yang aku buat. Yach, mungkin Allah memang menakdirkan kami untuk dekat karena begitu banyak peserta yang mencoba selalu keep in touch denganku setelah rangkaian demi rangkaian kegiatan selesai. Namun hanya dia yang mampu membuatku mengingat namanya hingga hari ini. Dan kami dekat, sejak sebulan aku mengenalnya.

Namun kami hanya sempat saling mengenal sepintas, hingga harus dipisahkan oleh jarak ribuan kilometer yang akhirnya membuat kami jarang komunikasi diawal-awal kedatanganku di negeri ini. Memang sih kami sering komunikasi via media online, jika kebetulan kesibukannya dikantor lagi berkurang dan akupun punya waktu untuk menyapanya. Namun pembicaraan selalu terlalu biasa. Karena mungkin dia terlalu menghormati aku sebagai seseorang yang pernah menjadi gurunya.

Kepulanganku kemaren membuat kemungkinan untuk kami bertemu kembali, meski sempat hilang komunikasi selama beberapa bulan, namun ternyata Allah menakdirkan untuk bertemu kembali, dan pertemuan kali ini membuat kami semakin dekat layaknya sahabat.. yach dia kuanggap sahabat sekarang bukan lagi sekedar teman yang gampang untuk melupakan dan dilupakan..

Dan malam ini, entah kenapa tiba-tiba saja aku menanyakan pertanyaan ku yang satu ini padanya.

Q: y km suka bunga gak??
A: Suka
Q: Suka bu
nga apa
A: Edelw
eiss yang abadi bersama y
Q: hahhh, abadi gimana??

Dia lama terdiam, dan akhirnya mengatakan kalau HPnya lowbath... :)

Tiba-tiba aku mulai mengingat-ingat cerita-ceritanya yang ia sampaikan padaku. Aku mulai memahami makna keabadian dari bunga edelweiss yang disukainya. Tapi ini hanya pemikiranku saja, bisa jadi benar, bisa jadi juga salah.

Seminggu setelah ku mengenalnya setahun yang lalu, janji ketemu di sebuah kafe ba'da magrib, kami mulai berbicara tentang sedikit latar belakang dan lainnya. Setelahnya, entah kenapa mungkin ia percaya denganku, hingga akupun dipercaya untuk mendengar ceritanya. Satu malam menjelang pukul 12, ia mengirimkan sebuah pesan singkat kalau ia lagi galau, lalu ku coba untuk telpon beberapa kali, tapi telponnya gak diangkat. Dan akupun mulai kebingungan apa yang harus aku lakukan untuk bisa menolongnya. Jika aku datang menemuinya tentu saja itu tidak memungkinkan lagi, ini sudah larut malam, dan di negeri ini bukanlah sesuatu yang biasa buat seorang wanita sepertiku untuk keluar rumah lagi.

Akhirnya malam aku coba menuliskan baris-baris kalimat yang ku anggap akan mampu membuatnya sedikit tenang dan terlelap. Dan akupun tidak bisa memejamkan mataku malam itu, aku begitu mengkhawatirkannya. Iya aku memang selalu berusaha berbuat untuk para sahabatku... moga akan begini selamanya..

Keesokan harinya sepulangnya aku dari tempat kerja, ku sempatkan diri untuk menemuinya, kami menghabiskan sore di sela-sela keramaian kota banda, dan akhirnya berhenti di sebuah tempat persinggahan anak muda yang lumayan terkenal disana. Semula aku hanya mencoba untuk diam, menunggunya untuk berbicara tanpa ditanya, namun setelah menit-menit berlalu, ternyata kami hanya saling diam dan akhirnya akupun mencoba memberanikan diri dan menanyakan apa yang telah membuat air matanya tumpah tadi malam. Semula ia hanya diam, tidak ada satu katapun yang keluar dari mulutnya. Ku coba memperhatikan jauh ke tatapan matanya, dan kudapati galau dan bias kesedihan disana, dan iapun tak mampu menahan tatapanku dan akhirnya airmatanya tumpah begitu saja. Di tempat itu, aku hanya mencoba membiarkannya menangis,

Menangislah,, kalau itu bisa melegakan kamu, kataku... akhirnya iapun mulai bercerita tentang penyebab dari kesedihannya kali ini. Aku mendapatinya begitu rapuh dan kecewa, ia lagi-lagi karena alasan itu-itu saja. Alasan ini sudah mulai terbiasa kudengar dari sahabat-sahabatku. ditinggalkan, dikecewakan, terlanjur sayang, kebencian, dan setumpuk istilah yang mungkin akan membuatku enggan melanjutkan cerita ini...

Tapi, biarlah 1 jam di malam ini kuhabiskan untuk mengenangnya, bercerita tentangnya, mungkin satu saat jika Allah bertakdir lain, paling tidak masih ada sedikit yang tersisa tentang dia sini, di ruang ini. Mungkin satu saat aku tidak lagi mampu menyimpannya rapi setiap lyrik-lyrik cerita tentangnya di memori kepalaku, mungkin disaat itulah aku masih bisa mendapatinya disini. di ruang ini..

Ya, sore itu, setelah isak tangisnya mereda, ia mulai bercerita kalau ia pernah punya seseorang yang begitu spesial di hidupnya selama hampir 3 tahun lamanya, hubungan yang dijalani dengan rentang jarak yang begitu kentara, namun mereka mampu menjaga hati dan berjanji setia satu sama lain. Hari-hari yang dijalani ternyata tidak selamanya berjalan sesuai keinginan hati, terlalu banyak pertengkaran, terlalu banyak perbedaan pandangan hingga perpisahanpun menjadi pilihan untuk menyelesaikan semua permasalahan yang mereka hadapi.

Namun siapa sangka kalau hati terkadang tidak bisa berjalan beriringan dengan logika. Hati terlanjur mencinta namun keadaan tidak memungkinkan untuk berjalan bersama hingga ke tujuan berikutnya. Karena perbedaan pandangan hanya akan membuat sakit satu sama lain, ego yang selalu menjadi penghalang untuk membuat bibir tersenyum dan binar bahagia menghilang dari tatapan mata. Akhirnya menjadi alasan untuk berpisah dan mencoba saling melupakan satu sama lain. Namun siapa sangka kalau rasa itu terus tumbuh, terkadang begitu merindu, lalu seketika berubah menjadi benci, dan terkadang air matanya harus tumpah untuk mengenang semuanya. begitu urai cerita yang bisa kutangkap dari pembicaraan disela isak tangisnya.

Dan, sore itu ia mulai merangkai kata kalau kemaren Allah menakdirkan mereka bertemu disebuah persimpangan jalan, beradu pandang, sang sahabat mencoba menegur mantan pujaan hati yang tampak berjalan bersama sang mama. Namun sapaan hanya dibalas dengan buang muka, seketika dada terasa sesak dan air matapun tumpah begitu saja sepanjang perjalanan menuju rumah.

Ia tidak menyangka ternyata sang lelaki begitu membencinya hingga beranggapan seperti tidak mengenalnya, padahal dulu kebersamaan itu seperti tiada batas, kebersamaan itu telah mampu membuat sinar matahari semakin benderang dan bias rembulan yang selalu tampak indah dimatanya, lembutnya bisikan angin yang selalu merdu ditelinga, dan untaian kerinduan yang selalu mampu tersampaikan lewat segala media, lewat dingin malam, lewat sinar rembulan, lewat deraian ombak yang menerpa karang, lewat susunan kalimat di setiap chating atau email yang ia baca, lewat suara yang bersahaja yang terdengar melalui telephone, bahkan lewat urai cerita yang tersampaikan di lembaran-lembaran kertas sederhana.

Dan hari ini, sepertinya ia tidak berani berhadapan dengan kenyataan jika si lelaki telah menghapus namanya dari sisi hati, atau mungkin si lelaki sengaja melakukannya karena sebenarnya ia lebih rapuh dari sang sahabat, hingga mata itupun tak mampu untuk menatap, hingga yang tampak hanyalah binar permusuhan yang seakan telah tercipta sekian lama.

Itulah urai cerita yang kudengar dari sang sahabat. Dan aku sempat terdiam beberapa saat, tidak tau darimana harus ku mulai untuk menguatkannya. Kucoba mengucap rangkaian kata yang kuanggap mampu menghiburnya, tanpa terasa senja mulai menyapa, Alhamdulillah setelah sekian lama, ku lihat seulas senyum di bibir manisnya, entah itu bertandan apa? apakah memang ia merasa sedikit terobati dengan diskusi yang kami lakukan, atau ia sedang mencoba tampak tegar dihadapanku? entahlah, paling tidak, aku telah mencoba menjadi pendengar terbaik untuknya, paling tidak aku telah mencoba memberikan sedikit gambaran kalau terkadang Allah memang tidak selalu memberi apa yang kita inginkan, Namun IA tentu akan memberi apa yang sebenrarnya kita butuhkan, itulah baris kalimat yang selalu ku ingat ketika aku merasa kecewa terhadap sesuatu, dan ku coba katakan ini untuk sang sahabat. Senyum itu, Meski aku tidak bisa memastikan apakah ini akan bertahan lama, atau malah air matanya akan tumpah setelah kami pulang dari tempat itu dan berpisah satu sama lain. Sekali lagi ku berucap Alhamdulillah, karena malam itu aku mendapati pesannya kalau ia baik-baik aja, dan merasa damai setelah kami bertemu sore itu. Sekali lagi aku berucap syukur ke Allah karena DIA telah memberiku kesempatan untuk menenangkannya.

Begitulah perjalanan singkat yang sempat kami jalani bersama, memang hari-hari yang ada seperti hanya sisa hari yang aku punya untuknya hingga akupun disibukkan dengan keberangkatanku ke negeri ini. Namun di perjalanan singkat itu, aku melihat sosoknya yang mulai kuat dan mencoba berfikir positive menjalani semuanya. Meski aku tau, betapa dalam harap dan cinta yang sudah tertanam dihatinya kepada si lelaki, hingga hingga hari akhir sampai kami terpisahkan oleh jarak yang begitu kentara yang masih sering bercerita tantang si lelaki yang telah meninggalkannya. Itu menandakan kalau ia tak mampu menghapus nama itu di hatinya.

Dan, beberapa minggu yang lalu kembali aku mendapati pesan singkatnya yang begitu menampakkan gurat kesedihan, karena Allah mempertemukannya dengan si lelaki. Dan kali ini aku hanya terdiam, jarak yang begitu jauh membuat aku tidak mampu berbuat banyak untuknya, seperti biasa, dalam kondisi galau ia selalu memutuskan untuk tidak mau berinteraksi dengan siapapun, termasuk denganku, lagi-lagi aku gelisah di sini memikirkannya, aku begitu takut kalau-kalau hal buruk akan terjadi padanya. Aku hanya berdoa, semoga Allah menenangkannya disana, dan semoga Allah menjaganya....

Mungkin inilah keabadian yang ia gambarkan padaku disela-sela perjanannya pulang tadi, ini hanya mungkin, bisa jadi gak.. Sudah berapa kali aku menyarankan untuk ia membuka diri dan menerima kehadiran yang lain dihatinya. Namun ternyata nama itu selalu saja mengalahkan cara pandangnya terhadap yang lain, padahal begitu banyak tulus hati yang ingin berjalan berdampingan dengannya. Namun sepertinya ia tidak mampu melihat sinar keindahan dari tempat yang berbeda, entahlah... Berharap suatu saat Allah benar-benar membuka mata dan hatinya untuk menerima hati yang lain yang akan membuatnya bibirnya tersenyum kembali...

Lalu keabadian menurut cara pandangku, agaknya sedikit berbeda denganya, aku mencoba membuat segala sesuatunya abadi, mengbadikan setiap perjalanan yang telah aku jalani, mengabadikan nama dari pribadi yang terlanjur kutemui, mengabadikan setiap kepahitan dan manis yang sudah ku telan. mencoba mengambil setiap pelajaran agak yang buruk tidak pernah terulang dan yang baik mampu terus dijalankan. yach.. biarlah aku seperti ini...



Gambar dari:
http://www.flickr.com
http://www.hotprofilegraphics.com

4 50M30N3

No comments: